Orang-Orang Pintar yang Terkurung Pikirannya Sendiri


Orang-Orang Pintar yang Terkurung Pikirannya Sendiri

Anda mungkin pernah bertanya, ke mana teman-teman yang dulu menjadi kebanggaan guru karena nilai-nilai pencapaian atau raportnya tinggi, bertaburan angka 10 atau "A" dan dinilai pandai di kelas?

Kebanyakan kita pasti pernah menduga, kelak merekalah yang akan mewarnai kehidupan, menjadi ilmuwan yang sering dikutip publik, insinyur hebat, dokter spesialis ternama, pengu saha besar, hakim agung dan seterusnya.

Namun, dalam kehidupan, di sini dan di mana pun, ternya ta kita sering kecewa. Karena yang muncul sebagai penerima penghargaan dunia ternyata bukan teman-teman kecil kita yang hebat itu, melainkan yang sebaliknya. Ya, mereka yang dulu se kolahnya justru mengalami beragam kesulitan. Tak sedikit yang menjadi penerima hadiah Nobel mengaku bahwa masa kecilnya dilalui dengan penuh rintangan. Bahkan Albert Einstein pernahd ianggap idiot, dan penemu besar sepanjang sejarah Thomas Alva Edison dikeluarkan dari sekolah.

Berbagai studi belakangan ini mulai berani menunjukkan bahwa yang sering muncul di media massa menjadi ilmuwan terkenal, seniman berpengaruh, ekonom terkemuka, atau bahkan menjadi CEO berprestasi, ternyata sebagian besar dulunya bukan siswa yang tercerdas tadi. Ini tentu bukan omong kosong atau reka-rekaan. Mereka sendiri mengakuinya. Bahkan, Gladwell (2008) menemukan para penerima hadiah Nobel ternyata bukanlah orang-orang ber-IQ tinggi seperti yang diduga oleh para peramu teori kecerdasan. Belum lama ini FBI menemukan release yang pernah dike luarkan terkait mendiang Steve Jobs. Di lembar catatan tertulis: "la hanya memiliki indeks prestasi kumulatif 2,65 pada saat du duk di tingkat SLTA Kalau Anda membaca laporan itu sebelum Jobs dikenal atas karya-karyanya, mungkin Anda termasuk orang yang percaya bahwa Jobs bukan sosok genius.

Lewat buku ini (mindset), psikolog Carol Dweck, mengungkapkan hasil penelitiannya yang menemukan bahwa ada faktor lain yang lebih penting dari kecerdasan yaitu mindset. Dalam hal ini ia menekankan bahwa manusia memiliki dua jenis mindset. Perta ma mindset yang tumbuh (growth mindset) dan kedua mindset yang tetap (fixed mindset).

Orang-orang yang bermindset tetap cenderung mementing kan apa yang didapat dari masa lalunya, yaitu prestasi sekolah nya yang tampak dalam ijazah dan gelar sekolah. Dan sekali didapat, mereka percaya bahwa prestasi itu akan berlaku selama lamanya. Persis seperti cara pandang kita tentang IQ. Sebaliknya, yang bermindset tumbuh berani menghadapi tantangan baru. Mereka percaya bahwa kecerdasan bisa berubah seperti otot, yang kalau dilatih terus-menerus akan menjadi kuata dan besar.

Dan Dweck menemukan bahwa mindset tumbuh itu kelak akan diraih oleh mereka yang berani menghadapi kesulitan dan tantangan-tantangan baru. Jadi bisa dilatih, dan untuk itu peran orangtua dan guru sangat menentukan.

Saya tidak bermaksud menganggap bahwa ijazah tidak penting. Ijazah penting. Namun yang memprihatinkan adalah saat ini sekolah dan universitas banyak dikuasai oleh orang-orang yang bermental ijazah dan asal sekolah. Akibatnya, mereka ter kurung dalam "penjara yang mereka ciptakan sendiri, yaitu fixed mindset. Mereka dibesarkan dalam lingkungan yang steril dan seakan-akan sekali diraih, mereka akan cerdas selama-lamanya. Ini tentu perlu kita koreksi.

Apalagi anak-anak pandai yang dibentuk keluarga yang selalu memberi topangan, selalu memuji keberhasilannya, dan lupa memberi ujian berupa kesulitan. Ini tentu merepotkan anak itu sendiri.

Saya berharap, dengan membaca buku ini, kita bisa memperbarui cara mendidik dan membesarkan anak-anak kita. Karena, ada faktor lain selain prestasi akademik yang harus dibangun untuk melahirkan kehebatan.

Tugas kita bukanlah membuat seseorang menjadi hebat sesaat, melainkan membuat mereka bisa tumbuh dan berkembang, menemukan pintu masa depan beradaptasi dengan perubahan. Selamat membaca dan bersiaplah untuk membuka pintu pintu perubahan.


Artikel ini  ditulis oleh Rhenald Kasali sebagai kata pengantar untuk buku minset karya Carol Dweck.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url