Teguran Allah Kpd Nabi Muhammad Karena Mengabaikan Orang Buta - Allah Dalam Al-Qur'an

Dalam Al-Qur'an, tema Allah salah satunya dijelaskan melalui topik Teguran Allah Kpd Nabi Muhammad Karena Mengabaikan Orang Buta, yang tercermin dari ayat-ayat berikut ini lengkap dengan terjemah dan tafsir Jalalain serta Tahlili Kemenag.
QS. 'Abasa (80:1)
عَبَسَ وَتَوَلّٰىٓۙ
1. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
Tafsir Jalalain
(Dia telah bermuka masam) yakni Nabi Muhammad telah bermuka masam (dan berpaling) yaitu memalingkan mukanya karena,
Tafsir Tahlili Kemenag
Tetapi Nabi Muhammad sebagai manusia terbaik dan contoh teladan utama bagi setiap orang mukmin (uswah ḥasanah), maka Nabi tidak boleh membeda-bedakan derajat manusia. Dalam menetapkan skala prioritas juga harus lebih memberi perhatian kepada orang kecil apalagi memiliki kelemahan seperti ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm yang buta dan tidak dapat melihat. Maka seharusnya Nabi lebih mendahulukan pembicaraan dengan ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm daripada dengan para tokoh Quraisy.
Dalam peristiwa ini Nabi saw tidak mengatakan sepatah katapun kepada ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm yang menyebabkan hatinya terluka, tetapi Allah melihat raut muka Nabi Muhammad saw yang masam itu dan tidak mengindahakan Ummi Maktūm yang menyebabkan dia tersinggung.
Hikmah adanya teguran Allah kepada Nabi Muhammad juga memberi bukti bahwa Al-Qur’an bukanlah karangan Nabi, tetapi betul-betul firman Allah. Teguran yang sangat keras ini tidak mungkin dikarang sendiri oleh Nabi.
‘Abdullāh bin Ummi Maktūm adalah seorang yang bersih dan cerdas. Apabila mendengarkan hikmah, ia dapat memeliharanya dan membersihkan diri dari kebusukan kemusyrikan. Adapun para pembesar Quraisy itu sebagian besar adalah orang-orang yang kaya dan angkuh sehingga tidak sepatutnya Nabi terlalu serius menghadapi mereka untuk diislamkan. Tugas Nabi hanya sekadar menyampaikan risalah dan persoalan hidayah semata-mata berada di bawah kekuasaan Allah. Kekuatan manusia itu harus dipandang dari segi kecerdasan pikiran dan keteguhan hatinya serta kesediaan untuk menerima dan melaksanakan kebenaran. Adapun harta, kedudukan, dan pengaruh kepemimpinan bersifat tidak tetap, suatu ketika ada dan pada saat yang lain hilang sehingga tidak bisa diandalkan.
Nabi sendiri setelah ayat ini turun selalu menghormati ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm dan sering memuliakannya melalui sabda beliau, “Selamat datang kepada orang yang menyebabkan aku ditegur oleh Allah. Apakah engkau mempunyai keperluan?”
QS. 'Abasa (80:2)
اَنْ جَاۤءَهُ الْاَعْمٰىۗ
2. karena telah datang seorang buta kepadanya.
Tafsir Jalalain
(telah datang seorang buta kepadanya) yaitu Abdullah bin Umi Maktum. Nabi saw. tidak melayaninya karena pada saat itu ia sedang sibuk menghadapi orang-orang yang diharapkan untuk dapat masuk Islam, mereka terdiri dari orang-orang terhormat kabilah Quraisy, dan ia sangat menginginkan mereka masuk Islam. Sedangkan orang yang buta itu atau Abdullah bin Umi Maktum tidak mengetahui kesibukan Nabi saw. pada waktu itu, karena ia buta. Maka Abdullah bin Umi Maktum langsung menghadap dan berseru, "Ajarkanlah kepadaku apa-apa yang telah Allah ajarkan kepadamu." Akan tetapi Nabi saw. pergi berpaling darinya menuju ke rumah, maka turunlah wahyu yang menegur sikapnya itu, yaitu sebagaimana yang disebutkan dalam surat ini. Nabi saw. setelah itu, apabila datang Abdullah bin Umi Maktum berkunjung kepadanya, beliau selalu mengatakan, "Selamat datang orang yang menyebabkan Rabbku menegurku karenanya," lalu beliau menghamparkan kain serbannya sebagai tempat duduk Abdullah bin Umi Maktum.
Tafsir Tahlili Kemenag
Sebetulnya Nabi saw sesuai dengan skala prioritas sedang menghadapi tokoh-tokoh penting yang diharapkan dapat masuk Islam karena hal ini akan mempunyai pengaruh besar pada perkembangan dakwah selanjutnya. Maka adalah manusiawi jika Nabi saw tidak memperhatikan pertanyaan ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm, apalagi telah ada porsi waktu yang telah disediakan untuk pembicaraan Nabi dengan para sahabat.
Tetapi Nabi Muhammad sebagai manusia terbaik dan contoh teladan utama bagi setiap orang mukmin (uswah ḥasanah), maka Nabi tidak boleh membeda-bedakan derajat manusia. Dalam menetapkan skala prioritas juga harus lebih memberi perhatian kepada orang kecil apalagi memiliki kelemahan seperti ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm yang buta dan tidak dapat melihat. Maka seharusnya Nabi lebih mendahulukan pembicaraan dengan ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm daripada dengan para tokoh Quraisy.
Dalam peristiwa ini Nabi saw tidak mengatakan sepatah katapun kepada ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm yang menyebabkan hatinya terluka, tetapi Allah melihat raut muka Nabi Muhammad saw yang masam itu dan tidak mengindahakan Ummi Maktūm yang menyebabkan dia tersinggung.
Hikmah adanya teguran Allah kepada Nabi Muhammad juga memberi bukti bahwa Al-Qur’an bukanlah karangan Nabi, tetapi betul-betul firman Allah. Teguran yang sangat keras ini tidak mungkin dikarang sendiri oleh Nabi.
‘Abdullāh bin Ummi Maktūm adalah seorang yang bersih dan cerdas. Apabila mendengarkan hikmah, ia dapat memeliharanya dan membersihkan diri dari kebusukan kemusyrikan. Adapun para pembesar Quraisy itu sebagian besar adalah orang-orang yang kaya dan angkuh sehingga tidak sepatutnya Nabi terlalu serius menghadapi mereka untuk diislamkan. Tugas Nabi hanya sekadar menyampaikan risalah dan persoalan hidayah semata-mata berada di bawah kekuasaan Allah. Kekuatan manusia itu harus dipandang dari segi kecerdasan pikiran dan keteguhan hatinya serta kesediaan untuk menerima dan melaksanakan kebenaran. Adapun harta, kedudukan, dan pengaruh kepemimpinan bersifat tidak tetap, suatu ketika ada dan pada saat yang lain hilang sehingga tidak bisa diandalkan.
Nabi sendiri setelah ayat ini turun selalu menghormati ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm dan sering memuliakannya melalui sabda beliau, “Selamat datang kepada orang yang menyebabkan aku ditegur oleh Allah. Apakah engkau mempunyai keperluan?”
QS. 'Abasa (80:3)
وَمَا يُدْرِيْكَ لَعَلَّهٗ يَزَّكّٰىٓۙ
3. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
Tafsir Jalalain
(Tahukah kamu) artinya, mengertikah kamu (barangkali ia ingin membersihkan dirinya) dari dosa-dosa setelah mendengar dari kamu; lafal Yazzakkaa bentuk asalnya adalah Yatazakkaa, kemudian huruf Ta diidgamkan kepada huruf Za sehingga jadilah Yazzakkaa.
Tafsir Tahlili Kemenag
Dalam ayat-ayat ini, Allah menegur Rasul-Nya, “Apa yang memberitahukan kepadamu tentang keadaan orang buta ini? Boleh jadi ia ingin membersihkan dirinya dengan ajaran yang kamu berikan kepadanya atau ingin bermanfaat bagi dirinya dan ia mendapat keridaan Allah, sedangkan pengajaran itu belum tentu bermanfaat bagi orang-orang kafir Quraisy yang sedang kamu hadapi itu.”
QS. 'Abasa (80:4)
اَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرٰىۗ
4. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
Tafsir Jalalain
(Atau dia ingin mendapatkan pelajaran) lafal Yadzdzakkaru bentuk asalnya adalah Yatadzakkaru, kemudian huruf Ta diidgamkan kepada huruf Dzal sehingga jadilah Yadzdzakkaru, artinya mengambil pelajaran dan nasihat (lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya) atau nasihat yang telah didengarnya dari kamu bermanfaat bagi dirinya. Menurut suatu qiraat lafal Fatanfa'ahu dibaca Fatanfa'uhu, yaitu dibaca Nashab karena menjadi Jawab dari Tarajji atau lafal La'allahuu tadi.
Tafsir Tahlili Kemenag
Tafsir tidak tersedia setelah pembersihan.
QS. 'Abasa (80:5)
اَمَّا مَنِ اسْتَغْنٰىۙ
5. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,
Tafsir Jalalain
(Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup) karena memiliki harta.
Tafsir Tahlili Kemenag
Dalam ayat-ayat ini, Allah melanjutkan teguran-Nya, “Adapun orang-orang kafir Mekah yang merasa dirinya serba cukup dan mampu, mereka tidak tertarik untuk beriman padamu, mengapa engkau bersikap terlalu condong pada mereka dan ingin sekali supaya mereka masuk Islam.”
QS. 'Abasa (80:6)
فَاَنْتَ لَهٗ تَصَدّٰىۗ
6. maka kamu melayaninya.
Tafsir Jalalain
(Maka kamu melayaninya) atau menerima dan mengajukan tawaranmu; menurut suatu qiraat lafal Tashaddaa dibaca Tashshaddaa yang bentuk asalnya adalah Tatashaddaa, kemudian huruf Ta kedua diidgamkan kepada huruf Shad, sehingga jadilah Tashshaddaa.
Tafsir Tahlili Kemenag
Tafsir tidak tersedia setelah pembersihan.
QS. 'Abasa (80:7)
وَمَا عَلَيْكَ اَلَّا يَزَّكّٰىۗ
7. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).
Tafsir Jalalain
(Padahal tidak ada celaan atasmu kalau dia tidak membersihkan diri) yakni orang yang serba berkecukupan itu tidak beriman.
Tafsir Tahlili Kemenag
Tafsir tidak tersedia setelah pembersihan.
QS. 'Abasa (80:8)
وَاَمَّا مَنْ جَاۤءَكَ يَسْعٰىۙ
8. Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),
Tafsir Jalalain
(Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera) lafal Yas'aa berkedudukan sebagai Haal atau kata keterangan keadaan bagi Fa'il atau subjek yang terkandung di dalam lafal Jaa-a.
Tafsir Tahlili Kemenag
Dalam ayat-ayat ini, Allah mengingatkan Nabi Muhammad, “Dan adapun orang seperti ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm yang datang kepadamu dengan bersegera untuk mendapat petunjuk dan rahmat dari Tuhannya, sedang ia takut kepada Allah jika ia jatuh ke dalam lembah kesesatan, maka kamu bersikap acuh tak acuh dan tidak memperhatikan permintaannya.”
QS. 'Abasa (80:9)
وَهُوَ يَخْشٰىۙ
9. sedang ia takut kepada (Allah),
Tafsir Jalalain
(Sedangkan ia takut) kepada Allah swt.; lafal Yakhsyaa menjadi Haal dari fa'il yang terdapat di dalam lafal Yas'aa, yang dimaksud adalah si orang buta itu atau Abdullah bin Umi Maktum.
Tafsir Tahlili Kemenag
Tafsir tidak tersedia setelah pembersihan.
QS. 'Abasa (80:10)
فَاَنْتَ عَنْهُ تَلَهّٰىۚ
10. maka kamu mengabaikannya.
Tafsir Jalalain
(Maka kamu mengabaikannya) artinya, tiada memperhatikannya sama sekali; lafal Talahhaa asalnya Tatalahhaa, kemudian salah satu dari kedua huruf Ta dibuang, sehingga jadilah Talahhaa.
Tafsir Tahlili Kemenag
Tafsir tidak tersedia setelah pembersihan.
QS. 'Abasa (80:11)
كَلَّآ اِنَّهَا تَذْكِرَةٌ ۚ
11. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan,
Tafsir Jalalain
(Sekali-kali jangan) berbuat demikian, yakni janganlah kamu berbuat hal yang serupa lagi. (Sesungguhnya hal ini) maksudnya, surat ini atau ayat-ayat ini (adalah suatu peringatan) suatu pelajaran bagi makhluk semuanya.
Tafsir Tahlili Kemenag
Dalam ayat ini, Allah menegur Nabi-Nya agar tidak lagi mengulangi tindakan-tindakan seperti itu yaitu ketika ia menghadapi Ibnu Ummi Maktūm dan al-Walīd bin al-Mugīrah beserta kawan-kawannya.
QS. 'Abasa (80:12)
فَمَنْ شَاۤءَ ذَكَرَهٗ ۘ
12. maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya,
Tafsir Jalalain
(Maka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya) atau tentu ia menghafalnya kemudian menjadikannya sebagai nasihat bagi dirinya.
Tafsir Tahlili Kemenag
Sesungguhnya pengajaran Allah itu adalah suatu peringatan dan nasihat untuk menyadarkan orang-orang yang lupa atau tidak memperhatikan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Tuhannya. Barang siapa yang menghendaki peringatan yang jelas dan gamblang, tentu ia memperhatikan dan beramal sesuai dengan kehendak hidayah itu. Apalagi jika diperhatikan bahwa hidayah itu berasal dari kitab-kitab yang mulia seperti diterangkan dalam ayat-ayat berikutnya.
QS. 'Abasa (80:13)
فِيْ صُحُفٍ مُّكَرَّمَةٍۙ
13. di dalam kitab-kitab yang dimuliakan,
Tafsir Jalalain
(Di dalam kitab-kitab) menjadi Khabar yang kedua, karena sesungguhnya ia dan yang sebelumnya berkedudukan sebagai jumlah Mu'taridhah atau kalimat sisipan (yang dimuliakan) di sisi Allah.
Tafsir Tahlili Kemenag
Yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (at-Taḥrīm66: 6)
QS. 'Abasa (80:14)
مَّرْفُوْعَةٍ مُّطَهَّرَةٍ ۢ ۙ
14. yang ditinggikan lagi disucikan,
Tafsir Jalalain
(Yang ditinggikan) di langit (lagi disucikan) dari sentuhan setan.
Tafsir Tahlili Kemenag
لَا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ ٦
Yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (at-Taḥrīm66: 6)
Topik "Teguran Allah Kpd Nabi Muhammad Karena Mengabaikan Orang Buta" menunjukkan bagian penting dari tema "Allah", yang mengajarkan nilai-nilai iman, ketaatan, dan pemahaman terhadap wahyu Ilahi.