Kenapa Babi Haram dalam Islam?

Kenapa Babi Haram dalam Islam?

Islam mengatur segala aspek kehidupan umat Islam, termasuk mengenai jenis makanan yang halal dan haram. Daging babi merupakan salah satu jenis makanan yang diharamkan dalam ajaran Islam. Larangan ini bukan tanpa dasar, melainkan sebuah ketetapan langsung dari Allah SWT yang termaktub dalam Al-Qur'an.

Dalam surah Al-Baqarah ayat 173, Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Menurut buku "Kenapa Halal, Kenapa Haram" karya Mujiyo Nurkholis, larangan mengonsumsi babi dalam Islam bersifat mutlak. Hal ini serupa dengan keharaman terhadap hewan seperti anjing dan binatang buas lainnya.

Meskipun ada potensi risiko kesehatan yang dapat disebabkan oleh konsumsi babi, seperti halnya keberadaan cacing pita, namun para ulama menjelaskan bahwa larangan ini bukan karena faktor kesehatan semata. Parasit tersebut dapat diatasi jika babi dirawat dengan baik dan divaksinasi. Alasan pengharaman babi tetap berlandaskan pada ketetapan Allah SWT.

Buku "Berkenalan dengan Jaminan Produk Halal di Indonesia" karya Astuti Mairinda menjelaskan beberapa alasan ilmiah dan kesehatan yang mendasari pelarangan konsumsi daging babi. Misalnya, babi adalah mamalia yang tidak mengeluarkan keringat, sehingga racun dan sisa-sisa zat dalam tubuhnya tidak dikeluarkan lewat keringat, melainkan tertimbun dalam dagingnya. Hal ini menjadikan daging babi sarat dengan bakteri berbahaya bagi tubuh. Selain itu, babi juga dikaitkan dengan berbagai risiko penyakit seperti radang sendi, reumatik, peradangan lambung, infeksi selaput, dan masalah kronis pada kantong empedu.

Hukuman Bagi yang Memakan Babi

Mengonsumsi babi dianggap sebagai pelanggaran atas aturan Allah SWT, dan dapat berakibat pada berbagai konsekuensi. Dalam buku "20 Hari Hafal 1 Juz" karya Ummu Habibah disebutkan beberapa konsekuensi bagi seorang muslim yang memakan babi, antara lain:

  1. Doa tidak terkabul. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Seorang laki-laki melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut, mukanya berdebu menengadahkan kedua tangannya ke langit dan mengatakan 'Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!' padahal, makanannya haram dan mulutnya disuapi dengan yang haram, maka bagaimanakah akan diterimanya doa itu?" (HR Muslim)

  2. Hati menjadi Keras. Seseorang yang secara sengaja atau terbiasa mengonsumsi makanan haram akan menyebabkan hatinya menjadi keras, bahkan lebih keras dari batu. Ketegaran hati ini akan menjauhkan seseorang dari kebenaran dan membuatnya sulit menerima petunjuk.

  3. Masuk Neraka. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah riwayat, "Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram, kecuali neraka lebih utama untuknya." (HR Tirmidzi)

  4. Mengikis Keimanan. Mengonsumsi makanan haram dapat melemahkan bahkan menghapus keimanan seorang muslim. Keimanan yang lemah akan membuatnya tidak lagi termasuk golongan orang-orang yang beriman. Sebagai contoh, sebagaimana sabda Nabi SAW yang berbunyi, "Tidaklah peminum khamr, ketika ia meminum khamr termasuk seorang mukmin." (HR Bukhari dan Muslim)

Boleh Memakan Babi saat Kondisi Darurat?

Meskipun daging babi diharamkan dalam Islam dengan ancaman hukuman yang berat, terdapat pengecualian dalam kondisi darurat. Dalam situasi terdesak yang mengancam nyawa dan tanpa adanya makanan lain, umat Islam diperbolehkan memakannya sekadar untuk bertahan hidup. Hal ini dipertegas dalam surah Al-Baqarah ayat 173:

“Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Berdasarkan buku "Hewan-Hewan yang Disebutkan Dalam Al-Qur'an yang Mulia dan As-Sunnah yang Shahih Al-Hayawaanaat Fii Dhou'i Al-Qur'an Al-Kariim Wa As-Sunnah Ash-Shahiihhah" karya Zaki Ahmad, daging babi hanya boleh dikonsumsi dalam keadaan darurat yang mengharuskan seseorang untuk bertahan hidup. Tidak boleh ada keinginan atau niat untuk menikmati daging babi dalam keadaan tersebut. Yang terpenting adalah niat hanya untuk mempertahankan nyawa.

Wallahu a'lam.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url