Perlu Pahami Istitha'ah Haji: Syarat Keberangkatan Jemaah Indonesia
Perlu Pahami Istitha'ah Haji: Syarat Keberangkatan Jemaah Indonesia
Beberapa waktu lalu, istilah "istitha'ah haji" menjadi sorotan publik setelah negara Saudi berencana memangkas kuota haji jemaah Indonesia tahun 2026 mendatang. Dalam diskusi tersebut, pihak Saudi menyatakan keberatan terhadap beberapa jemaah haji Indonesia yang dianggap belum memenuhi kondisi fisik untuk menjalani ibadah haji. Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) Dahnil Anzar Simanjuntak mengungkapkan bahwa banyak jemaah yang kondisi kesehatannya belum layak untuk berangkat haji.
Fenomena ini menuntut kita untuk memahami secara lebih jelas apa itu istitha'ah haji, dan bagaimana penerapannya dalam keberangkatan jemaah haji Indonesia.
Memahami Istitha'ah Haji
Istitha'ah haji mengacu pada kemampuan seseorang untuk pergi ke Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah haji. Imam Syafi'i, dalam karyanya, membagi istitha'ah haji menjadi dua kategori:
- Istitha'ah Haji yang Makmur: Jemaah yang mampu dalam hal fisik dan harta. Mereka bisa berangkat haji secara mandiri dan tidak membutuhkan wakil.
- Istitha'ah Haji yang Tidak Fisik Berkembang Namun Kaya: Jemaah yang secara fisik tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan haji, tetapi memiliki harta yang cukup untuk mewajibkan orang lain untuk menunaikan haji atas namanya. Meskipun demikian, jemaah dalam kategori ini tetap berkewajiban untuk berangkat haji, bahkan jika harus diwakilkan.
Penerapan istitha'ah haji di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016. Peraturan ini menekankan pentingnya pemeriksaan kesehatan fisik dan mental untuk memastikan jemaah haji mampu menjalankan ibadah haji sesuai syariat Islam.
Seperti yang dipahami, istitha'ah haji menjadi aspek krusial dalam keberangkatan jemaah haji Indonesia. Penerapannya yang ketat diharapkan dapat memastikan bahwa jemaah haji yang berangkat adalah mereka yang mampu secara fisik dan mental menjalankan ibadah haji dengan baik.