Tangis Rasulullah SAW Saat Mendapatkan Surah Ali Imran Ayat 190-191
Tangis Rasulullah SAW Saat Mendapatkan Surah Ali Imran Ayat 190-191
Rasulullah SAW, sebagaimana manusia biasa, pernah merasakan kesedihan yang mendalam. Sebuah kisah tentang tangis ampuh itu diceritakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih. Pada malam hari menjelang waktu salat Subuh, sahabat nabi sekaligus muazin yang bernama Bilal bin Rabah berpapasan dengan Rasulullah SAW di masjid. Saat itu, beliau mendapatkan gambaran yang mengerikan mengenai ancaman bagi mereka yang membacakan Al-Qur'an tanpa mendalami maknanya.
Tampak jelas, air mata menetes dari wajah Rasulullah SAW. Bilal dengan khawatir bertanya, "Demi ayah dan ibuku, apa yang membuat engkau menangis, wahai Rasulullah?" Menelan dahaga, Rasulullah SAW pun membalas, "Telah diturunkan ayat kepadaku yang berisi ancaman bagi mereka yang membacanya tanpa mau menghayatinya."
Beliau SAW kemudian membaca surah Ali Imran ayat 190-191. Kata-kata sakral tersebut bagai sungguh membakar hati pengg kanyang.
Kisah turunnya surah Ali Imran ayat 190-191 yang sampai mengakibatkan Rasulullah SAW menangis ini dinukil dari
*Ihfazullahi Yahfazuka* karya Dr. ‘Aidh Abdullah al-Qarny yang diterjemahkan Masrukhin.
Isi Surah Ali Imran Ayat 190-191
**Ali Imran Ayat 190**
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِ
Arab latin: Inna fī khalqis-samāwāti wal-arḍi wakhtilāfil-laili wan-nahāri la'āyātil li'ulil-albāb(i).
Artinya: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal."
**Ali Imran Ayat 191**
الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Arab latin: Al-lażīna yażkurūnallāha qiyāmaw wa qu'ūdaw wa 'alā junūbihim wa yatafakkarūna fi khalqis-samāwāti wal-arḍ(i), rabbanā mā khalaqta hāżā bāṭilā(n), subḥānaka fa qinā 'ażāban-nār(i).
Artinya: "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka."
Tafsir Surah Ali Imran Ayat 190-191
Menurut
Tafsir Al-Qur'an Kementerian Agama RI
, surah Ali Imran ayat 190 menunjukkan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT bagi orang-orang yang berakal. Ayat tersebut menegaskan langit dan bumi milik Allah SWT dan Dia menganjurkan hamba-Nya mengenal keagungan, kemuliaan, dan kebesaran-Nya.
"Sesungguhnya dalam penciptaan benda-benda angkasa, matahari, bulan, beserta planet-planet lainnya dan gugusan bintang-bintang yang terdapat di langit dan perputaran bumi pada porosnya yang terhampar luas untuk manusia, dan pergantian malam dan siang, pada semua fenomena alam tersebut terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang yang berakal yakni orang yang memiliki akal murni yang tidak diselubungi oleh kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan,"
jelas tafsir tersebut.
Kemudian pada ayat 191, Allah SWT menjelaskan siapa orang-orang yang berakal. Mereka adalah orang yang senantiasa memikirkan ciptaan Allah SWT, merenungkan keindahan ciptaan-Nya, dan mengambil manfaat dari ayat-ayat kauniyah yang terbentang di alam semesta ini, seraya berzikir.
Ciri-ciri orang yang berakal adalah ketika memperhatikan sesuatu, ia selalu mendapat manfaat dan faedah. Orang yang berakal akan senantiasa mengagungkan kebesaran Allah SWT, mengingat dan mengenang kebijaksanaan, dan merenungi banyaknya nikmat yang Allah SWT berikan kepadanya.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya memaknai orang yang berakal sebagai orang yang dapat mengetahui segala sesuatu dengan hakikatnya masing-masing secara jelas dan gamblang. Mereka, kata Ibnu Katsir, tidak pernah berhenti berzikir mengingat Allah SWT dalam segala keadaan.
Dijelaskan dalam
*Ihfazullahi Yahfazuka*
, orang yang membaca
surah Ali Imran ayat 190-191 tanpa menghayatinya berarti hatinya telah terkunci kecuali atas kehendak Allah SWT. Tertutupnya hati bisa disebabkan karena perbuatan maksiat, durhaka, dan lupa kepada Allah SWT.
Wallahu a'lam.