Mahar dalam Pernikahan: Prinsip Keadilan dan Fleksibilitas

Mahar dalam Pernikahan: Prinsip Keadilan dan Fleksibilitas

Pernikahan dalam Islam merupakan ikatan suci yang dibangun atas dasar niat ibadah dan tanggung jawab. Salah satu elemen penting dalam pernikahan Islam adalah mahar, yaitu pemberian dari calon suami kepada calon istri. Islam mengatur mahar dengan prinsip keadilan dan kemudahan, tanpa memberatkan pihak manapun. Allah SWT berfirman dalam surah An Nisa ayat 4:

“وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـًٔا مَّرِيْۤـًٔا”

Artinya: "Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (mahar) itu dengan senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati."

Ayat ini menegaskan bahwa mahar adalah bentuk pemberian yang dilakukan dengan ikhlas, bukan sebagai beban atau sarana pamer harta. karenanya, besarnya mahar dalam Islam sangat fleksibel. Mahar disesuaikan dengan kemampuan calon suami dan tidak harus mahal.

Apakah Ada Batas Minimal Mahar dalam Islam?

Berbeda pendapat muncul di kalangan para ulama mengenai batas minimal mahar. Sebagian mazhab berpendapat bahwa batas minimalnya adalah 10 dirham (Hanafiyah) atau 3 dirham (Malikiyah). Namun, ada juga ulama yang berpendapat bahwa syariat Islam tidak menetapkan batas minimal maupun maksimal secara mutlak. Kondisi ekonomi setiap orang berbeda-beda, yang penting adalah mahar memiliki nilai dan disepakati kedua belah pihak.

Contoh Mahar Sederhana pada Masa Rasulullah

Hadits-hadits shahih menunjukkan bahwa Rasulullah SAW mengizinkan mahar yang sederhana, bahkan dalam bentuk jasa yang bermanfaat. Hal ini menjadi landasan bahwa mahar tidak selalu berupa harta bernilai besar. Berikut beberapa contohnya:

1. Sepasang Sandal

Diriwayatkan oleh Amir bin Rabi'ah, seorang wanita dari Bani Fazarah menikah dengan mahar berupa sepasang sandal. Rasulullah SAW bertanya kepadanya:

"Relakah kau dinikahi jiwa dan hartamu dengan sepasang sendal ini?"

Wanita itu menjawab, "Rela." Maka Rasulullah pun membolehkannya. (HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)

2. Hafalan Al-Qur'an

Dalam riwayat Sahal bin Sa'ad, seorang pria hendak menikahi wanita tanpa memiliki harta. Ketika Rasulullah menanyakan apa yang bisa ia berikan sebagai mahar, bahkan ia tidak memiliki selembar kain selain sarung yang sedang dipakainya.

Nabi SAW berkata, "Apakah kamu menghafal Al-Qur'an?" Ia menjawab, "Ya, surat ini dan itu."

Rasulullah bersabda, "Aku telah menikahkan kalian berdua dengan mahar hafalan Qur'anmu." (HR Bukhari dan Muslim)

3. Keislaman Sebagai Mahar

Terdapat riwayat Ummu Sulaim yang menerima keislaman Abu Thalhah sebagai mahar. Dalam riwayat Anas disebutkan:

Abu Thalhah melamar Ummu Sulaim, namun ia menolak karena Abu Thalhah masih kafir. Ummu Sulaim berkata, "Kalau kamu masuk Islam, keislamanmu bisa menjadi mahar untukku. Aku tidak akan menuntut lainnya." Maka Abu Thalhah masuk Islam dan itulah yang menjadi maharnya. (HR Nasa'i 6/114)

Contoh ini menunjukkan bahwa mahar tidak selalu harus berupa benda, selama ada sesuatu yang bernilai dan disepakati bersama.

Menempatkan Prinsip Keadilan di Tengah Momen Bahagia

Aturan mahar dalam pernikahan Islam bertujuan untuk menciptakan ikatan yang adil dan seimbang antara kedua belah pihak. Fleksibilitas besaran mahar memungkinkan setiap pasangan untuk menyesuaikannya dengan kondisi dan kemampuan masing-masing. Yang terpenting adalah mahar diberikan dengan ikhlas dan disepakati bersama, melandaskan pernikahan yang bahagia dan sakinah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak