Peredaran Beras Oplosan: Pelanggaran Etika dalam Islam

Peredaran Beras Oplosan: Pelanggaran Etika dalam Islam

Peredaran beras oplosan menjadi perhatian serius Majelis Ulama Indonesia (MUI). Praktik curang yang merugikan konsumen ini dinilai tidak hanya melanggar aturan perdagangan, tetapi juga menyimpang dari nilai-nilai ajaran Islam.

Menanggapi hal tersebut, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, menyampaikan sikap tegas. Ia menilai perbuatan mengoplos beras sebagai tindakan yang tidak bermoral dan menyimpang dari etika Islam dalam berdagang.

Islam melihat perdagangan sebagai aktivitas utama manusia, bukan hanya dari sisi keuntungan finansial, tetapi juga dari perspektif moral dan spiritual. Meniti bisnis dapat menjadi sarana pengembangan diri bagi banyak orang, namun Islam memberikan rambu-rambu tegas dalam praktik jual beli agar tetap dalam koridor keadilan.

Gambar Beras

Salah satu prinsip utama dalam etika perdagangan adalah kejujuran. Berdagang dengan jujur bukan hanya soal mencari keuntungan halal, tetapi juga membangun kepercayaan jangka panjang dengan pelanggan. Kejujuran dalam berdagang, menurut Kiai Miftah, bukan hanya menjaga keberkahan rezeki, melainkan juga membangun kepercayaan jangka panjang antara pedagang dan pelanggan.

Namun, praktik mengoplos beras, yakni mencampur beras biasa dengan beras premium lalu menjualnya sebagai produk berkualitas tinggi, dikategorikan sebagai penipuan dalam Islam.

Kiai Miftah menekankan, perbuatan pedagang yang mengoplos beras berkelas premium dengan beras kualitas rendah lalu mengemasnya dalam kemasan premium, merupakan tindakan penipuan (taghrir). Tindakan seperti ini sangat merugikan masyarakat dan menunjukkan buruknya moral pelakunya. Islam dengan tegas melarang perbuatan seperti itu. Sebagaimana dalam hadits yang artinya 'Barang siapa menipu, maka dia bukan bagian dari golonganku.'" (HR Muslim).

Selain penipuan, eksploitasi terhadap orang-orang yang lemah secara ekonomi juga menjadi perhatian dalam etika Islam. Kiai Miftah mengingatkan bahwa mengejar keuntungan dengan menindas pihak yang sedang kesulitan juga termasuk tindakan yang tercela. Contohnya adalah praktik rente atau membeli hasil tani dari petani dengan harga sangat rendah saat mereka sedang dalam kondisi terdesak. Atau dalam konteks kekinian adalah membeli gabah dari petani dengan harga murah saat musim panen.

Kiai Miftah juga menekankan bahwa mencari nafkah bukan hanya urusan duniawi. Dalam Islam, bekerja dengan niat yang benar akan bernilai ibadah dan bahkan bisa menjadi jalan menuju surga. Hal itu jika diniatkan ikhlas karena Allah dan untuk menafkahi keluarga. Bahkan orang yang meninggal saat bekerja dikategorikan sebagai mati syahid. Bekerja merupakan pilar utama kehidupan, tanpa pekerjaan maka dapat dipastikan kehidupan seseorang akan jauh dari kebahagiaan,” ujarnya.

Berdasarkan data dari pemerintah, baru-baru ini ditemukan dugaan penipuan beras oplosan di pasaran. Ada 212 merek yang terbukti melanggar aturan. Kasus ini diungkap oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman. Menteri Amran menyatakan bahwa negara diperkirakan rugi Rp 10 triliun dalam lima tahun terakhir akibat praktik oplosan beras.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak