Benarkah Suami Menanggung Dosa Istri dan Anaknya?
Benarkah Suami Menanggung Dosa Istri dan Anaknya?
Dosa merupakan perbuatan yang melanggar hukum agama dan menjadi tanggungan setiap individu. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits, "Kebaikan adalah budi pekerti yang baik, sedangkan dosa adalah apa yang terlintas dalam dadamu dan kamu tidak suka jika hal itu diketahui orang lain." (HR Muslim dan Ahmad)
Menurut buku "20 Jalan Keberuntungan dan 20 Penyebab Kerugian dalam Pandangan Alquran" oleh Ramdhani Abdurrahim, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah menyebut bahwa dosa adalah melakukan perbuatan yang dilarang Allah SWT atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan oleh Allah SWT. Meskipun dosa ditanggung oleh masing-masing orang, ada pemahaman yang menyebut bahwa suami menanggung dosa istri dan anaknya. Benarkah demikian?
Buya Yahya dalam serangkaian ceramahnya yang disiarkan melalui YouTube Al Bahjah TV menyatakan bahwa pemahaman suami menanggung dosa istri dan anaknya tidak benar. Sebagai seorang imam, suami memang bertanggung jawab untuk menasehati dan mengingatkan anggota keluarganya kepada kebaikan. "Kalau anda suami membiarkan istri anda melakukan dosa, anda tahu, anda bisa mengingatkan (tapi) anda tidak mengingatkan (maka) anda dosa. Tapi kalau anda sudah mengingatkan (sementara), anda sudah gak dosa lagi. Termasuk kepada anak," kata Buya Yahya, dikutip dengan izin pada Kamis (22/5/2025).
Ia menegaskan bahwa dosa menjadi urusan masing-masing orang. Namun, jika suami turut serta dalam perbuatan istri dan anak maka ia mendapat bagian dosa juga. "Dosa (urusan) masing-masing, kecuali suami ikut andil dalam dosanya istri sama dosanya anak. Suami, seorang bapak membelikan alat-alat yang menjadikan anak maksiat, gak dibimbing gak dididik lalu anak maksiat dengan itu, nah dapat bagian," lanjutnya.
Sejalan dengan itu, Brilly El-Rasheed melalui buku "Berguru Kepada Jibril" menjelaskan bahwa suami akan menanggung dosa anaknya apabila menjadi pelopor, teladan atau pemimpin perbuatan dosa. Ini sesuai dengan hadits dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda:
"Ada tiga orang yang tidak akan Allah lihat pada hari kiamat: orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang meniru gaya lelaki dan dayyuts." (HR Ahmad dan An Nasa'i)
Dayyuts ini dimaknai sebagai lelaki yang menjadi pemimpin keluarga namun membiarkan keluarganya bermaksiat tanpa mau mengingatkan.
Selain itu, ada juga pemahaman bahwa dosa anak yang belum baligh ditanggung oleh orang tuanya. Hal ini juga keliru dan tidak dibenarkan. Menurut buku "Quran & Answer: 101 Soal Keagamaan Sehari-hari" susunan Tim Dewan Pakar Studi Al-Qur'an, anak yang belum baligh disebut sebgaai mukallaf. Mereka ini tidak dibebani syariat seperti salat dan puasa.
Artinya, anak kecil yang belum baligh tidak berdosa jika tidak mengerjakan salat, puasa dan kewajiban lainnya secara syariat. Namun, para ulama sepakat bahwa anak yang belum baligh mendapatkan pahala jika berbuat kebaikan. Menukil dari kitab "Bulughul Maram" oleh Al Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani yang diterjemahkan Fahmi Aziz dan Rohidin Wahid, terdapat hadits yang menjelaskan terkait anak kecil yang tidak mendapatkan dosa. Dari Aisyah RA berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Pena diangkat dari tiga orang (malaikat tidak mencatat apa-apa dari tiga orang), yaitu: orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia dewasa, dan orang gila hingga ia berakal normal atau sembuh." (HR Ahmad)