Jangan Membunuh Anak - Bunuh Dalam Al-Qur'an

Dalam Al-Qur'an, tema Bunuh salah satunya dijelaskan melalui topik Jangan Membunuh Anak, yang tercermin dari ayat-ayat berikut ini lengkap dengan terjemah dan tafsir Jalalain serta Tahlili Kemenag.

QS. Al-An'am (6:151)

۞ قُلْ تَعَالَوْا اَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ اَلَّا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًاۚ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ مِّنْ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَاِيَّاهُمْ ۚوَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَۚ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّۗ ذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ

151. Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).

Tafsir Jalalain

(Katakanlah, "Marilah kubacakan yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu) an bermakna menafsirkan (janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia dan) berbuat baiklah (terhadap kedua orang tua sebaik-baiknya dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu) dengan menguburkan hidup-hidup (karena) sebab (takut kemiskinan) kemelaratan yang kamu khawatirkan (Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji) dosa-dosa besar seperti perbuatan zina (baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi) yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. (Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali dengan sesuatu sebab yang benar.") yaitu seperti hukum kisas dan hudud murtad serta rajam bagi yang pezina muhshan. (Demikian itu) apa yang telah disebutkan itu (adalah yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahaminya) supaya kamu memikirkannya.

Tafsir Tahlili Kemenag

Para ulama menamakan sepuluh ajaran pokok itu “al-Waṣāya al-’Asyr” (sepuluh perintah), yang mana dalam ayat 151 ini disebutkan lima yaitu:

(1) Jangan mempersekutukan Allah,

(2) Berbuat baik kepada kedua orangtua (ibu dan bapak),

(3) Jangan membunuh anak karena kemiskinan,

(4) Jangan mendekati (berbuat) kejahatan secara terang-terangan maupun secara tersembunyi,

(5) Jangan membunuh jiwa yang diharamkan membunuhnya oleh Allah.

Adapun larangan tidak boleh mempersekutukan Allah adalah pokok pertama yang paling mutlak, baik dengan perkataan atau iktikad. Seperti mempercayai bahwa Tuhan itu bersekutu, atau dengan perbuatan seperti menyembah berhala-berhala atau sembahan-sembahan lainnya.

Setelah Allah memerintahkan manusia agar bertauhid dan jangan mempersekutukan-Nya, maka Allah memerintahkan manusia agar berbuat baik terhadap kedua orang tua. Urutan ini jelas menerangkan bagaimana pentingnya berbuat baik terhadap kedua orangtua, meskipun mereka salah atau menyuruh anaknya mempersekutukan Tuhan, namun si anak tetap harus berbuat baik terhadap mereka di dunia ini dan harus menolak dengan sopan suruhan atau ajakan orangtua untuk mempersekutukan Tuhan, sebagaimana firman Allah:

وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik. (Luqmān31: 15).

Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhārī dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ūd. Dia menyampaikan hadis yang maksudnya sebagai berikut:

أَيُّ الْعَمَلِ اَفْضَلُ قَالَ اَلصَّلاَةُ عَلَى مِيْقَاتِهَا قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ اَلْجِهَادُ فِى سَبِيْلِ اللهِ. (رواه البخارى ومسلم)

“Saya bertanya kepada Rasulullah, tentang amal yang paling afḍal?” Rasulullah menjawab, “salat tepat pada waktunya,” apalagi sesudah itu? Jawabnya, “berbuat baik terhadap kedua orang tua,” apalagi sesudah itu? Jawabnya, “berjihad di jalah Allah.” (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim)

Yang dimaksud dengan berbuat baik terhadap kedua orang tua ialah menghormati keduanya, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan penuh rasa cinta dan kasih sayang, bukan karena takut atau terpaksa. Penghormatan tersebut wajib, di samping kewajiban anak membelanjai ibu bapaknya yang tidak mampu, sesuai dengan kesanggupan anak itu.

Perintah berbuat baik kepada orang tua diikuti dengan larangan kepada orang tua membunuh anak mereka disebabkan kemiskinan yang menimpa mereka, karena Tuhan akan memberi rezeki kepada mereka dan anak-anak mereka.

Firman Allah:

وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَاِيَّاكُمْۗ اِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيْرًا ٣١

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar. (al-Isrā’17: 31).

Larangan membunuh anak pada ayat ini berbeda dengan larangan membunuh anak pada ayat lain (dalam Surah al-Isrā’ ayat 31). Pada ayat 151 Surah al-An‘ām, larangan membunuh anak karena takut kemiskinan yang sedang diderita (menimpa). Pada ayat (نحن نرزقكم) ini dijelaskan bahwa Allah akan memberi rezeki kepada orang tua yang membelanjai anaknya, dan kata (واياهم) berarti bahwa Allah akan memberi rezeki kepada mereka (anak-anakmu).

Sedangkan dalam Surah al-Isrā’, Allah menjelaskan pada ayat (نحن نرزقهم) artinya “Kami akan memberi rezeki kepada mereka (anak-anak)” dan kata (واياكم) artinya “Allah akan memberi rezeki kepadamu (orang tua). Didahulukannya anak-anak dalam pemberian rezeki menunjukkan perhatian Allah yang begitu besar terhadap anak, akibat sikap orang tua yang takut punya anak karena takut menjadi miskin.

Pada ayat ini Allah melarang mendekati perbuatan-perbuatan keji apalagi mengerjakannya, baik berupa perbuatan, seperti berzina, atau menuduh orang berzina, baik perbuatan itu dilakukan dengan terang-terangan atau dengan sembunyi.

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās dalam menafsirkan ayat ini, pada masa Jahiliyah orang-orang tidak memandang jahat melakukan zina secara tersembunyi, tetapi mereka memandang jahat kalau dilakukan secara terang-terangan. Maka dengan ayat ini Allah mengharamkan zina secara terang-terangan atau tersembunyi. Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan yang nampak (terang) ialah semua perbuatan dengan anggota tubuh, sedangkan yang tersembunyi adalah perbuatan hati, seperti takabur, iri hati, dan sebagainya.

Pada ayat ini Allah melarang pula membunuh jiwa tanpa sebab yang benar menurut ajaran Tuhan. Rasulullah bersabda:

لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: كُفْرٍ بَعْدَ إِسْلاَمٍ اَوْ زِنًا بَعْدَ إِحْصَانٍ اَوْ قَتْلِ نَفْسٍ بِغَيْرِ نَفْسٍ (رواه أبو داود)

“Tidak boleh membunuh jiwa seorang muslim, terkecuali disebabkan salah satu dari tiga perkara, yaitu: karena murtad (muslim yang berbalik jadi kafir), zina, muḥsan (zina orang yang sudah pernah kawin) dan membunuh manusia tanpa sebab yang benar.” (Riwayat Abu Dāud).

Demikian juga orang-orang kafir yang ada perjanjian damai dengan kaum Muslimin tidak boleh dibunuh atau diganggu, sesuai dengan sabda Rasulullah:

لَهُمْ مَالَنَا وَعَلَيْهِمْ مَاعَلَيْناَ (رواه الترمذي)

“Mereka mempunyai hak sebagaimana hak yang ada pada kami (kaum muslimin) dan mempunyai kewajiban sebagaimana kewajiban yang ada pada kami (kaum muslimin).” (Riwayat At-Tirmiẓī)

Setelah diterangkan lima dari ajaran pokok yang sangat penting itu, maka Allah mengakhiri ayat ini dengan suatu penegasan yang maksudnya: Demikian itulah yang diperintahkan Tuhan kepadamu, agar kamu memahami tujuannya bukan seperti tindakanmu yang menghalalkan dan mengharamkan sesuatu menurut hawa nafsu.

QS. Al-Isra (17:31)

وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَاِيَّاكُمْۗ اِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيْرًا

31. Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.

Tafsir Jalalain

(Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian) dengan menguburnya hidup-hidup (karena takut) merasa ngeri (kemiskinan) menjadi melarat (Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kalian. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu kesalahan) dosa (yang besar) teramat besar.

Tafsir Tahlili Kemenag

عَنْ عَبْدِ اللّٰهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: أَنْ تَجْعَلَ ِللّٰهِ نِدًّا وَهُوَ الَّذِيْ خَلَقَكَ. ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ. قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: أَنْ تُزَانِيَ بِحَلِيْلَةِ جَارِكَ. (رواه البخاري و مسلم)

Diriwayatkan dari ‘Abdullāh bin Mas’ūd bahwa ia bertanya, “Wahai Rasulullah, dosa manakah yang paling besar? Rasulullah menjawab, “Bila engkau menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Allah itulah yang menciptakanmu.” Saya bertanya lagi, “Kemudian dosa yang mana lagi?” Rasulullah saw menjawabnya, “Bila engkau membunuh anakmu karena takut anak itu makan bersamamu.” Saya bertanya lagi, “Kemudian dosa yang mana lagi?” Rasulullah saw menjawabnya, “Engkau berzina dengan istri tetanggamu.” (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim)

Di samping itu, dapat dikatakan bahwa tindakan membunuh anak karena takut kelaparan adalah termasuk berburuk sangka kepada Allah. Bila tindakan itu dilakukan karena takut malu, maka tindakan itu bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, karena mengarah pada upaya menghancur-kan kesinambungan eksistensi umat manusia di dunia.

Selain mengungkapkan kebiasaan jahat yang dilakukan oleh orang-orang Arab di masa Jahiliah, ayat ini juga mengungkapkan tabiat mereka yang sangat bakhil.

Topik "Jangan Membunuh Anak" menunjukkan bagian penting dari tema "Bunuh", yang mengajarkan nilai-nilai iman, ketaatan, dan pemahaman terhadap wahyu Ilahi.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url