Mappatoppo: Simbol Syukur dan Pengukuhan Gelar Haji bagi Jemaah Sulawesi Selatan

Mappatoppo: Simbol Syukur dan Pengukuhan Gelar Haji bagi Jemaah Sulawesi Selatan

Setelah melewati puncak ibadah haji di Arafah dan Mina, para jemaah haji asal Embarkasi Makassar (Sulawesi Selatan) melangsungkan tradisi unik yang sarat makna spiritual dan budaya, yaitu Mappatoppo atau dikenal juga sebagai “wisuda haji”. Tradisi ini menjadi ciri khas masyarakat Bugis-Makassar dalam menyambut dan merayakan penyelesaian rangkaian ibadah haji dengan penuh syukur dan kegembiraan.

Mappatoppo bukan sekadar prosesi seremonial biasa. Dikutip dari laman resmi Kemenag Sulsel, Musriadi, Pembimbing Ibadah Kloter 6 UPG menjelaskan, Mappatoppo adalah ekspresi kekhusyukan dan rasa syukur atas kesempatan yang Allah SWT berikan untuk menunaikan ibadah haji dengan lancar dan selamat.

"Tradisi ini adalah wujud rasa syukur atas nikmat Allah SWT. Kita telah menyelesaikan rukun Islam kelima, dan Mappatoppo menjadi lambang keberhasilan spiritual itu," ujarnya.

Prosesi Mappatoppo di Tanah Suci

Tradisi Mappatoppo biasanya digelar di dalam tenda jemaah setelah mereka melaksanakan lempar jumrah aqabah di Mina. Para jemaah mengenakan pakaian rapi dan serba putih, kemudian satu per satu mengikuti prosesi “wisuda”.

Dalam prosesi ini, seorang perwakilan akan menyematkan jilbab atau sorban di kepala jemaah sebagai simbol pengesahan dan penghormatan atas gelar "Haji" yang telah diperoleh. Suasana semakin khidmat dengan lantunan shalawat dan doa bersama yang mengiringi prosesi.

Musriadi menjelaskan bahwa Mappatoppo menjadi simbol puncak perjalanan spiritual, sekaligus mempererat solidaritas antar jemaah yang telah berjuang bersama selama menjalani ibadah haji.

Menjaga Tradisi di Tanah Suci

Meski berada jauh dari tanah Bugis-Makassar, para jemaah tetap menjaga dan melestarikan tradisi ini sebagai bentuk identitas budaya dan spiritual. Mappatoppo juga menjadi ajang memperkuat kekompakan serta menumbuhkan rasa syukur bersama.

"Kami sebagai ketua kloter sangat bangga melihat semangat dan kebersamaan para jemaah. Ini adalah momen yang memperkuat ukhuwah Islamiyah," ungkap Musriadi.

Selain menyandang gelar "Haji", para jemaah diharapkan bisa membawa pulang semangat spiritual yang membekas dalam perilaku dan keteladanan. Tradisi Mappatoppo bukan hanya menandai akhir dari perjalanan fisik di Tanah Suci, tetapi juga awal dari perjalanan baru sebagai insan yang lebih taat, rendah hati, dan bersyukur.

"Kami berharap tradisi ini terus dilestarikan dan menjadi inspirasi, agar para jemaah pulang membawa nilai-nilai haji yang mabrur dalam kehidupan sehari-hari," tutupnya.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url