Walimatussafar: Tradisi Berpamitan Jelang Perjalanan Haji
Walimatussafar: Tradisi Berpamitan Jelang Perjalanan Haji
Menjelang keberangkatan ke Tanah Suci, sejumlah masyarakat Indonesia melaksanakan acara khusus yang dikenal dengan walimatussafar. Tradisi ini menjadi momen penting bagi calon jemaah haji untuk berpamitan, memohon restu, serta mempererat tali silaturahmi dengan keluarga, kerabat, dan tetangga.

Salah satu elemen penting dalam acara walimatussafar adalah pembacaan doa keberangkatan, yang dikenal dengan doa walimatussafar haji. Doa ini sebagai bentuk harapan dan ridho dari Allah SWT atas keberangkatan jemaah haji.
Secara etimologis, istilah walimatussafar berasal dari dua kata Arab yaitu walimah yang berarti jamuan atau perjamuan, dan safar yang berarti perjalanan. Jika digabungkan, maknanya merujuk pada sebuah acara makan bersama yang diadakan menjelang suatu perjalanan, terutama perjalanan jauh seperti haji atau umrah.
Doa Walimatussafar Haji
Dalam momen melepas keberangkatan jamaah haji, keluarga, kerabat, dan sahabat dianjurkan untuk menyampaikan doa yang pernah dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW. Berikut doa walimatussafar haji yang dikutip dari kitab Ihya 'Ulumuddin karya Imam Ghazali:
زَوَّدَكَ اللهُ التَّقْوَى وَغَفَرَ ذَنْبَكَ وَيَسَّرَ لَكَ الخَيْرَ حَيْثُمَا كُنْتَ
Arab latin: Zawwadakallâhut taqwâ, wa ghafara dzanbaka, wa yassara lakal khaira haitsumâ kunta.
Artinya: "Semoga Allah membekalimu dengan takwa, mengampuni dosamu, dan memudahkanmu dalam jalan kebaikan di mana pun kau berada."
Doa ini berasal dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi melalui sahabat Anas RA. Dalam kisahnya, diceritakan bahwa seorang sahabat datang kepada Rasulullah SAW dan berkata bahwa ia hendak melakukan perjalanan jauh. Ia pun meminta agar Rasulullah mendoakannya. Rasulullah bersabda:
"Zawwadakallāhut-taqwā."
Sahabat itu berkata, "Tambahkanlah untukku, wahai Rasulullah."
Rasulullah melanjutkan, "Wa ghafara dzanbaka."
Sahabat itu kembali meminta tambahan doa. Maka Rasulullah mengucapkan, "Wa yassara lakal-khaira ḥaitsumā kunta."
Imam At-Tirmidzi menilai hadits ini sebagai hadits hasan. Penjelasan ini juga dapat ditemukan dalam karya Imam An-Nawawi, Al-Adzkar.
Dalam Ihya 'Ulumuddin
Imam al-Ghazali juga terdapat doa dengan redaksi sedikit berbeda:
فِي حِفْظِ اللَّهِ وَفِي كَنَفِهِ زَوَّدَكَ اللهُ التَّقْوَى وَغَفَرَ ذَنْبَكَ وَوَجَّهَكَ لِلْخَيْرِ حَيْثُ كُنْتَ أَوْ أَيْنَمَا كُنْتَ
Arab latin: Fî hifzhillâhi wa fi kanafihi zawwadakallâhut-taqwâ wa ghafara dzanbaka wa wajjahaka ilal-khairi haitsu kunta au aina mâ kunta
Artinya: "Semoga engkau dalam pemeliharaan dan perlindungan Allah. Semoga Allah memberikan perbekalan takwa kepadamu, mengampuni dosa-dosamu, atau membimbingmu kepada kebaikan di mana pun engkau berada."
Dasar Hukum Walimatussafar
Walimatussafar, meskipun bukan bagian dari ritual ibadah haji, merupakan bentuk ekspresi syukur yang sah-sah saja dilakukan, selama tidak melanggar prinsip syariat. Para ulama dari mazhab Syafi'i bahkan menyebutkan bahwa jamuan seperti ini tergolong dalam berbagai bentuk walimah yang dibolehkan, seperti walimatul khitan atau walimah khatam Qur'an.
Penting untuk diingat bahwa walimatussafar tidak memiliki dasar hukum sebagai bagian dari ritual ibadah haji. Artinya, ia bukan kewajiban, bukan pula sunnah ibadah. Oleh karena itu, pelaksanaannya sebaiknya tidak berlebihan atau menjadi ajang pamer, melainkan tetap dijalankan dalam semangat kesederhanaan dan keikhlasan.
Semoga doa walimatussafar dapat menjadi pengingat bagi kita untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang Allah telah berikan, termasuk kesempatan untuk menunaikan ibadah haji.