Akar Gaduh Haji 2025: Kembali ke Khittah!
Belakangan, telah menyeruak dikalangan masyarakat sebuah diksi baru terkait haji, yaitu "haji wada'". Istilah ini, yang umumnya dipahami sebagai haji terakhir Nabi Muhammad SAW sebelum wafat, kini dikaitkan dengan dinamika politik terkait penyelenggaraan haji di Indonesia. Konon, tahun 2025 menjadi tahun terakhir Kementerian Agama (Kemenag) sebagai penyelenggara haji, digantikan oleh Badan Penyelenggara Haji (BPH) yang baru dibentuk oleh Presiden RI, Prabowo Subianto. Fenomena ini menimbulkan beragam pertanyaan dan tanda tanya, bahkan disuarakan oleh sejumlah elit penyelenggara haji. Seolah menjadi "nyungkun", istilah orang Sunda yang berarti memberikan persetujuan dan pujian dengan maksud sebenarnya adalah sindiran karena terpaksa. Indonesia adalah negara hukum yang berarti segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara harus berlandaskan hukum yang berlaku. Namun, dalam konteks haji 2025, muncul anomali kebijakan yang menimbulkan kerancuan. Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 154 Tahun 2024 Tentang Badan Penyelenggara Haji, meski menunjuk BPH sebagai pelaksana haji, tidak memuat klausul yang menyatakan penggantian Kemenag sebagai penyelenggara utama. Membaca semangat Perpres tersebut, menimbulkan pertanyaan, apa perlunya BPH mengambil alih tugas Kemenag dalam menyelenggarakan haji jika Perpres sendiri merinci fungsi BPH hanya sebagai "pengendali dan pendukung" dalam penyelenggaraan haji? Lalu, bagaimana dengan keberlakuan UU Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang secara eksplisit menugaskan Kemenag, dalam hal ini Menteri Agama, sebagai penanggungjawab tunggal penyelenggaraan ibadah haji.