Benarkah Uang Suami Uang Istri dan Uang Istri Bukan Uang Suami?
Dalam rumah tangga, perselisihan perihal keuangan seringkali muncul. Salah satunya adalah soal siapa yang berhak atas uang tersebut. Banyak yang menganggap uang suami adalah milik istri dan sebaliknya, tidak demikian. Tetapi, benarkah anggapan ini?
Islam memiliki pandangan yang jelas mengenai peranan suami dan istri dalam mengelola keuangan keluarga. Jawabannya tertuang dalam Al-Qur'an Surah An Nisa ayat 34:
“رِجَالُ قَوّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ"
Artinya: “Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya…”
Tafsir Kementerian Agama RI menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan suami sebagai pemimpin, pemelihara, pemberi nafkah, dan bertanggung jawab penuh terhadap istri dan keluarganya.
Di masyarakat Indonesia, seringkali muncul anggapan bahwa "uang suami adalah uang istri", tetapi "uang istri bukan uang suami". Masalah ini seringkali menjadi topik perdebatan dan menjadi pertanyaan dalam kajian fikih keluarga.
Sistem Syariah Islam
Secara sistem Islam, seperti dijelaskan oleh Ahmad Sarwat dalam bukunya "Istri bukan Pembantu," suami dan istri memiliki kejelasan atas nilai harta masing-masing, meskipun secara fisik harta itu tampak saling bercampur. Semua harta suami tetap menjadi harta suami dan harta istri tetap menjadi milik istri sepenuhnya.
Tentu saja, terdapat beberapa pengecualian. Misalnya, istri berhak atas mahar yang diberikan saat pernikahan, nafkah wajib dari suami, hibah, atau hadiah yang diberikan suami secara khusus. Namun, pemberian ini harus melalui akad yang jelas dan sah secara Islam. Tanpa adanya akad pasti, harta suami tidak otomatis menjadi harta istri.
Menurut Aini Aryani dalam bukunya "Finansial Istri dalam Fikih Muslimah", jika suami memenuhi kebutuhan dasar istri seperti sandang, pangan, papan, dan sebagainya, maka suami sudah memenuhi kewajibannya untuk menafkahi. Meskipun demikian, istri tetap berhak untuk meminta uang belanja lebih atau bonus, hadiah, dan sejenisnya. Permintaan tersebut tidak termasuk kewajiban suami, tetapi jika diberikan, maka semuanya akan menjadi hak istri, termasuk jika diberikan sebagai bentuk sedekah.
Dalam Islam, sedekah yang paling utama adalah yang dikeluarkan untuk orang yang menjadi tanggungan suami. Rasulullah SAW bersabda:
“خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنِّى ، وَابْدَأُ بِمَنْ تَعُولُ"
Artinya: “Sedekah yang terbaik adalah yang dikeluarkan di luar kebutuhan, dan mulailah sedekah itu dari orang yang kamu tanggung nafkahnya." (HR Bukhari)
Jadi, definisi uang suami dan uang istri bukan lantas mengarahkan pada pemisahan harta. Yang terpenting adalah pemahaman mengenai peran dan kewajiban masing-masing pihak dalam mengelola keuangan keluarga, serta memberikan dan menerima dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT.