Bolehkah Suami Tidak Tidur dengan Istri? Panduan Islam untuk Keharmonisan Rumah Tangga
Ketenangan dan keharmonisan dalam rumah tangga adalah anjuran utama dalam agama Islam. Salah satu bentuk menjaga keharmonisan ini adalah dengan tidur bersama di satu tempat tidur. Akan tetapi, terkadang suami istri mungkin enggan tidur bersama, terutama ketika terjadi perselisihan atau konflik yang membuat mereka saling menjauh.
Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan pedoman jelas untuk menjaga hubungan antar pasangan suami istri, termasuk dalam perkara tidur bersama.
Tidak Ada Larangan Tertentu
Dalam ajaran Islam, tidak terdapat dalil dalam Al-Qur'an maupun hadits yang secara khusus menyebutkan larangan tidur terpisah lebih dari tiga hari. Angka tiga hari ini seringkali dikaitkan dengan larangan saling bermusuhan antar sesama muslim.
Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak halal bagi seorang muslim menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari, keduanya saling bertemu namun saling berpaling. Yang terbaik di antara keduanya adalah yang lebih dulu memberi salam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menekankan bahwa bahkan kepada sesama muslim, kita dilarang menjauhi lebih dari tiga hari. Maka, hubungan dengan pasangan hidup seharusnya lebih dijaga lagi.
Jika Suami Menghindari Tidur Bersama
Jika seorang suami secara sengaja menghindari tidur bersama istri, tanpa alasan sakit, musafir, atau alasan syar'i lainnya, maka perbuatan ini dapat tergolong zalim dan berdampak buruk pada hubungan rumah tangga.
Ini bisa tergolong sebagai bentuk pengabaian hak istri.
Mendahulukan Tiga Hari
Meskipun tidak ada larangan tidur terpisah lebih dari tiga hari, ada baiknya suami dan istri mengutamakan bersama lebih dari berada terpisah. Mengingat Rasulullah SAW menasihati untuk tidak menjauhi saudaranya dalam waktu yang lama, maka sebaiknya suami dan istri selalu berusaha mempertahankan keharmonisan rumah tangga.
Hak Batin Istri
Dalam Islam, suami tidak hanya berkewajiban memberikan nafkah lahir, tetapi juga nafkah batin.
Tidak tidur bersama istri dalam waktu yang lama, tanpa alasan syar'i seperti sakit, bepergian, atau haid, bisa tergolong sebagai pelanggaran terhadap hak istri.
Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 19:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Pergaulan yang ma'ruf termasuk memberikan kenyamanan fisik dan emosional kepada istri, termasuk tidur bersama dan memenuhi kebutuhan biologisnya.
Sumber: Pernyataan resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI)