Kepada Umat Islam yang Menghargai Nilai-Nilai Ekoteologi
Menjelang Tahun Baru Islam 1447 Hijriah, Kementerian Agama menggelar acara Ngaji Budaya bertema "Tradisi Muharram di Nusantara: Pesan Ekoteologi dalam Perspektif Kearifan Lokal". Acara ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Peaceful Muharram yang bertujuan untuk menyambut tahun baru dengan semangat persatuan dan kebersamaan. Acara yang dihadiri oleh banyak tokoh muslim ini dipimpin oleh Menteri Agama, Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar.
Dalam sambutannya, Menag Nasaruddin Umar menegaskan bahwa peringatan 1 Muharram bukan merupakan bentuk pelestarian bid'ah, melainkan momen penting untuk introspeksi spiritual dan pembersihan diri.
"Memperingati 1 Muharram ini bukan melestarikan bid'ah. Justru kalau paham konsep ekoteologi, sulit untuk musyrik," ujar Menag Nasaruddin Umar, dikutip dari laman Kemenag.
“Pesan dari ekoteologi sejatinya selaras dengan pesan 1 Muharram. Karena di waktu itu, kita dilarang berperang, dilarang membuat konflik, dan diminta untuk melakukan introspeksi,” tambahnya.
Menag Nasaruddin Umar menekankan pentingnya menghormati waktu dan tempat sebagai bentuk pengagungan terhadap ciptaan Allah. Ia menambahkan, peringatan 1 Muharram adalah momen yang tepat untuk menajamkan hati nurani.
Menikmati Kedamaian dengan Syarat
Sebagai bentuk kekuatan simbolik, Menag Nasaruddin Umar mengajak umat Islam untuk duduk di lantai tanpa kursi selama acara Ngaji Budaya. "Akal kita mungkin sudah tajam, tapi belum tentu batin kita. Maka kita berkumpul di sini, duduk di lantai, tanpa kursi, sebagai bentuk kekuatan simbolik. Ini penting sebagai shock therapy untuk membangkitkan kesadaran jiwa," imbuhnya.
Dalam eksplanasinya, Menag Nasaruddin Umar juga menyoroti pentingnya konsep ekoteologi yang memandang hubungan manusia, alam, dan Tuhan sebagai satu kesatuan. Ia mengajak masyarakat untuk mencintai ciptaan Tuhan dengan kasih, hormat, dan penuh kesadaran akan tanggung jawab manusia terhadap alam semesta.
“Orang yang menyatu dengan alam tidak hanya mencintai bunga yang mekar, tapi juga bunga yang layu dan gugur. Karena dalam pandangan ekoteologi, semua fase kehidupan memiliki makna dan layak dicintai," tukasnya.