Kiswah Ka'bah: Melodi Sejarah Menghiasi Baitullah
Setiap muslim di dunia mengenal Ka'bah sebagai pusat kiblat salat. Namun, ada satu bagian yang tak kalah menggetarkan hati ketika memandang Ka'bah, yaitu kiswah, kain hitam mewah bertuliskan ayat-ayat Al-Qur'an yang menyelimuti dinding Baitullah. Kain ini bukan sekadar hiasan atau penutup bangunan, melainkan simbol kehormatan yang memiliki sejarah panjang dan kaya makna.
Apa Itu Kiswah?
Berdasarkan Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya, orang pertama yang memasang kiswah pada Ka'bah adalah Taba' pada tahun 220 sebelum Nabi SAW hijrah. Kiswah sering disebut sebagai "kain penutup" atau "satir" dalam bahasa Arab. Sebuah buku, *Al-Bait: Misteri Sejarah Ka'bah dan Hilangnya Di Akhir Zaman*, karya H. Brilly El-Rasheed, membeberkan makna dan sejarahnya lebih lanjut.
Kiswah adalah kain penutup Ka'bah yang terbuat dari sutra asli, berwarna hitam pekat, dihiasi kaligrafi emas yang mengutip ayat-ayat Al-Qur'an. Ukurannya sangat besar, mencapai 47 meter, menutupi seluruh sisi Ka'bah dari atas hingga ke dasar. Di bagian atas kiswah terdapat hizam atau pita emas berisi ayat-ayat Al-Qur'an. Di pintu Ka'bah, terdapat tirai khusus yang menjadi bagian paling megah dan rumit dalam pembuatan kiswah.
Bahan dan pengerjaannya tidak main-main. Benang emas dan perak murni digunakan untuk menyulam kaligrafi. Bahkan, tiap helai benangnya diolah dan dirawat dengan prosedur khusus agar tetap awet dan indah dalam terik matahari Makkah.
Jejak Sejarah Kiswah Sejak Nabi Ibrahim Hingga Kini
Tradisi penutup Ka'bah telah dikenal sejak masa Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Mereka adalah orang pertama yang membangun Ka'bah atas perintah Allah SWT dan dipercayai sebagai yang pertama memberikan penutup pada Ka'bah. Sejarah mencatat salah satu tokoh pertama yang tercatat memberi kiswah adalah Raja Tubbā' bin As'ad, dari kerajaan Himyar di Yaman. Ia menutupi Ka'bah dengan kain tenun dan kulit hewan, sebagai bentuk penghormatan.
Pada masa Quraisy di zaman pra-Islam, kiswah sudah menjadi tradisi tahunan. Orang-orang Quraisy bergotong royong mengumpulkan dana untuk membuat dan mengganti kiswah. Mereka menggunakan kain dari Yaman dan Suriah. Rasulullah SAW tetap menghargai kehormatan kiswah pada masa beliau. Setelah penaklukan Makkah (Fathu Makkah), beliau mempertahankan kiswah yang ada hingga suatu ketika terjadi kebakaran kecil yang merusak sebagian kainnya.
Rasulullah SAW kemudian memerintahkan penggantian kiswah baru.
Di masa kekhalifahan Khulafaur Rasyidin, tradisi mengganti kiswah menjadi hal yang dilakukan secara rutin. Abu Bakar Ash-Shiddiq RA tetap mempertahankan kiswah lama selama masa singkat pemerintahannya. Umar bin Khattab RA mulai menata sistem lebih baik dengan mengganti kiswah secara berkala dengan kain putih dari Mesir, dan memperkenalkan penggunaan beberapa lapisan. Utsman bin Affan RA memperindah kiswah dan mulai menambah kiswah baru setiap tahun, sementara kiswah lama tetap digunakan sebagai pelapis di bawahnya.
Pada masa Umayyah dan Abbasiyah, kiswah mengalami perkembangan besar. Penggunaan sutra mulai diperkenalkan, dan sulaman ayat Al-Qur'an dengan benang emas menjadi ciri khasnya. Di masa Abbasiyah, warna kiswah diresmikan menjadi hitam, menggantikan warna-warna sebelumnya seperti putih, merah, dan hijau yang pernah digunakan.
Kiswah di Era Modern
Raja Abdulaziz Al Saud memutuskan agar pembuatan kiswah dipindahkan dari Mesir ke Makkah. Pada tahun 1977, berdirilah Pabrik Kiswah Ka'bah di Umm al-Joud, sebuah kawasan di pinggiran kota suci Makkah.
Kini, pabrik ini menjadi satu-satunya tempat pembuatan kiswah resmi. Ratusan perajin bekerja dengan ketelitian tinggi, memadukan teknik tradisional dan mesin modern, menyulam ayat demi ayat dengan penuh khidmat. Kiswah baru akan dipasang setiap tahun pada 1 Muharram.
Kiswah lama tidak dibuang. Ia dipotong menjadi bagian kecil dan diberikan sebagai hadiah kenang-kenangan kepada tokoh Islam, museum, atau dijadikan koleksi.