Malam 1 Suro: Awal Tahun Baru Jawa yang Puitis

Malam 1 Suro: Awal Tahun Baru Jawa yang Puitis

Malam 1 Suro, sebuah momen sakral bagi masyarakat Jawa, menandai pergantian tahun baru berdasarkan penanggalan Jawa. Bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriah, malam ini mewarisi nilai-nilai keislaman yang diyakini membawa kebahagiaan dan keberkahan.

Sejarah mencatat bahwa Sunan Giri II pada masa Kerajaan Demak, dan kemudian Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Kesultanan Mataram, berperan dalam menetapkan 1 Suro sebagai awal tahun baru Jawa. Penyatuan kalender Saka dengan kalender Hijriah ini memiliki makna mendalam untuk menyatukan masyarakat Jawa dari berbagai latar belakang agama dan memperkuat persatuan dalam menghadapi tantangan.

Tradisi dan Makna Malam 1 Suro

Tradisi malam 1 Suro, yang sering disebut “suroan,” telah melekat erat dalam budaya masyarakat Jawa. Masyarakat menganggap Suro sebagai bulan yang keramat, di mana kegiatan utama pada malam ini adalah mengaji, ziarah ke makam keramat, dan mengadakan haul untuk mengenang para leluhur.

Secara Islam, bulan Muharram merupakan bulan suci yang memiliki mukjizat tersendiri. Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Zaman berputar seperti hari Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu terdiri dari 12 bulan, di antaranya 4 bulan Haram, tiga bulan berurutan, Zulkaidah, Zulhijjah, dan Muharram. Adapun Rajab yang juga merupakan bulannya kaum Mudhr, berada di antara Jumadil Akhir dan Sya'ban.” (HR Bukhari Muslim)

Pada bulan haram, termasuk Muharram, umat Islam dianjurkan untuk menghindari perbuatan-perbuatan maksiat dan memaknai bulan ini sebagai waktu untuk introspeksi dan mempererat keimanan.

Umat Islam dan Penghargaan atas Bulan Muharram

Ibnu Abbas RA menukil tentang satu peristiwa ketika Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak ada amal yang lebih afdal dibanding amal pada hari-hari ini,” Mereka bertanya, “Tidak juga jihad?” Beliau menjawab, “Tidak pula oleh jihad, kecuali seseorang yang keluar untuk mengorbankan jiwa dan hartanya, lalu dia tidak kembali dengan sesuatu apa pun.” (HR Bukhari)

Ulama menekankan bahwa bulan Muharram adalah bulan istimewa di dalam Islam, dan mempercayai adanya bulan yang sial atau “bertuah buruk” adalah merupakan bentuk suudzon (tidak berasah) kepada Allah SWT. Malam 1 Suro, sebagai awal bulan Muharram, menjadi titik awal untuk menghidupkan kembali nilai-nilai luhur Islam dalam kehidupan sehari-hari, dengan beribadah dan melakukan kebaikan.

*Catatan: Artikel ini ditulis berdasarkan informasi dan sumber yang tersedia, dan tidak bertujuan untuk menggantikan fatwa dari ulama terpercaya.*

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak