Perbedaan Pendapat Ulama Mengenai Perayaan Tahun Baru Islam
Tahun Baru Islam, yang jatuh setiap tanggal 1 Muharram, dirayakan dengan berbagai tradisi lokal di Indonesia. Namun, adakah dalil yang mendukung perayaan ini? Ternyata, tidak ada perintah yang tegas dalam Al-Qur'an dan hadis mengenai perayaan Tahun Baru Islam.
Perbedaan pendapat muncul di kalangan ulama tentang boleh atau tidaknya merayakan Tahun Baru Islam. Beberapa ulama menganggapnya tidak termasuk dalam syariat Islam, sementara yang lain berpendapat bahwa perayaan ini dapat dijadikan sebagai syiar Islam.
Pandangan yang Tidak Menganjurkan
Menurut buku Fikih Keseharian: Ucapan Tahun Baru Hijriyah Hingga Hukum Parfum Beralkohol karya Hafidz Muftisany, sebagian ulama, khususnya dari Arab Saudi, berpandangan bahwa mengucapkan tahni'ah atau ucapan selamat tahun baru Hijriah bukanlah bagian dari syariat Islam.
Salah satu ulama terkemuka yang mengemukakan pandangan ini adalah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. Dalam salah satu fatwanya yang termuat dalam Mausu'ah al-Liqa asy-Syahri, beliau menyatakan bahwa tidak dianjurkan untuk menjadi pihak pertama yang mengucapkan selamat tahun baru. Namun, jika seseorang terlebih dahulu mengucapkan selamat, maka membalasnya tidaklah masalah.
Pandangan yang Membolehkan
Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Pengasuh LPD Al-Bahjah Cirebon, Buya Yahya, berpendapat bahwa perayaan tahun baru Islam boleh dilakukan dan bahkan dapat dijadikan sebagai syiar Islam.
Dalam ceramahnya yang diunggah di kanal YouTube Al-Bahjah TV pada 18 Juli 2023, Buya Yahya menjelaskan bahwa perayaan tahun baru Hijriah bukanlah bid'ah karena tidak bermaksud menambahi hari raya seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Perayaan ini lebih sebagai syiar Islam agar masyarakat semakin mengenal penanggalan tahun Hijriah.
“Kita perlu hadirkan syiar tahun baru Hijriah. Ini bukan hari raya... Hari raya hanya Idul Adha dan Idul Fitri. Akan tetapi di saat kita mengangkat syiar Muharram tahun baru, ini punya maksud bahwa Islam punya (penanggalan khusus),” jelasnya.
Buya Yahya juga menjelaskan sejarah penanggalan Hijriah yang diinisiasi oleh sahabat Rasulullah SAW, Umar bin Khattab RA. Pemilihan 1 Muharram sebagai awal tahun Hijriah bertujuan menjadi syiar Islam ke seluruh penjuru dunia. Salah satu alasannya agar jemaah haji yang belum pulang dari Tanah Suci dapat membawa syiar tersebut ke negara masing-masing.
Buya Yahya juga menyayangkan minimnya pengetahuan generasi muda tentang bulan-bulan dalam penanggalan Hijriah. Padahal, penanggalan Hijriah adalah patokan umat Islam dalam menjalankan ibadah, seperti puasa, haji, dan sebagainya.
Oleh karena itu, perayaan tahun baru Hijriah dapat ditempatkan sebagai upaya untuk membiasakan masyarakat dengan penanggalan Hijriah.
Kesimpulan
Perbedaan pendapat mengenai perayaan Tahun Baru Islam masih berlangsung di kalangan ulama. Ada yang menganjurkannya sebagai syiar Islam, sementara yang lain tidak memandangnya sebagai kewajiban. Yang terpenting, marilah kita memahami asal-usul penanggalan Hijriah dan berusaha membiasakan diri dengannya.