Perjalanan Haji Wada' Rasulullah SAW
Haji Wada', yang berarti haji perpisahan, memiliki makna yang sangat penting dalam perjalanan Islam. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-10 Hijriah (sekitar 632 Masehi), saat Nabi Muhammad SAW berusia 62 tahun. Pada saat itu, semangat umat semakin membara dengan bertambahnya pengikut Rasulullah SAW, sekaligus menimbulkan rasa haru karena para sahabat mulai menyadari bahwa usia beliau tidak lama lagi.
Latar Belakang
Menurut buku "Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Ibtidaiyah Kelas V" karya Yusak Burhanudin dan Ahmad Fida', menjelang akhir hayatnya, Nabi Muhammad SAW melaksanakan satu-satunya ibadah haji setelah hijrah ke Madinah.
Dalam kitab "Al-Kâmil fit Târîkh" karya Ibnul Atsir, disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW memasuki Kota Makkah pada Senin, 4 Dzulqa'dah tahun 10 Hijriah, setelah menempuh perjalanan selama delapan hari. Perjalanan yang lebih lama dari biasanya ini menunjukkan bagaimana Rasulullah SAW benar-benar menikmati dan meresapi setiap tahap ibadah hajinya. Sebagian sejarawan menilai ini sebagai pelaksanaan haji pertama sekaligus terakhir yang beliau jalankan.
Pesan Terakhir Rasulullah SAW
Haji Wada' tidak hanya menjadi perjalanan ibadah terakhir Nabi Muhammad SAW, tetapi juga momen penyampaian pesan penting kepada umat Islam. Di Padang Arafah, beliau menyampaikan khutbah yang menekankan nilai persatuan, kesetaraan, dan ketakwaan :
"Wahai umat Islam, dengarkanlah baik-baik perkataanku ini. Aku tidak tahu apakah aku masih akan bertemu dengan kalian di tempat ini pada masa yang akan datang." "Wahai umat Islam, Tuhan kalian satu, dan asal-usul kalian juga satu. Kalian semua berasal dari Adam, dan Adam diciptakan dari tanah. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa."
Khutbah ini disampaikan di tempat yang sangat sakral dalam ibadah haji, yaitu Padang Arafah. Setelah menyelesaikan rangkaian ibadah haji, Nabi kembali ke Madinah. Tidak lama kemudian, turun wahyu terakhir berupa Surah Al-Māidah ayat 3, yang menandai penutupan rangkaian wahyu dalam Islam.
Surah
Al-Māidah ayat 3
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌ
Meaning: "Forbidden to you are dead (animals), blood, the flesh of swine, and that which hath been sacrificed to any other than Allah, the strangled, the pierced, the died in its fall, the injured, and (meat) torn by wild beasts, unless you bring it your way. also what has been slaughtered for idols and dividing with lots, that is a sin.".
Perjalanan Haji Wada'
Menurut buku "Dua Pedang Pembela Nabi SAW" karya Rizem Aizid, sekitar 90.000 muslim berkumpul di Madinah setelah menerima kabar bahwa Rasulullah SAW akan menunaikan haji. Sepanjang perjalanan menuju Makkah, jumlah jemaah bertambah hingga sekitar 114.000 orang.
Sebelum berangkat, Nabi Muhammad SAW menyerahkan urusan pemerintahan Madinah kepada seorang sahabat. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa sosok tersebut adalah Abu Dujanah As-Sa'idi atau Siba' bin Urfujah Al-Ghifari. Perjalanan ini menutup misi kenabian beliau di dunia.