Cerpen Santri : Kata-Kata Buat Nayla
Oleh:
Hammar’92
Jangan
bersedih duhai sahabatku
Setiap
manusia pasti akan berpisah
Kerana
kita hanya insan biasa
Dirimu
jangan berputus asa
Selamat
jalan sahabat karibku
Suatu masa
semoga kita bertemu
Walaupun
kita sudah tidak bersama
Dirimu
akan selalu ku kenang
(Selamat
jalan, Yelse)
Malam semakin larut.Hembusan
angin dingin musim kemarau merasuk ke dalam pori-pori menembus
sampai tulang.Dingin yang terlalu menyiksa bagiku.Dapat kudengar dengan jelas suara para hewan malam yang sedang memainkan musik orkestra mereka, sahut menyahut menyerbu telinga seolah berteriak berusaha memberitahukan sesuatu padaku. Namun semua itu sama sekali tak bisa mengusik para penghuni asrama dari buaian mimpi mereka. Yang menghapus perlahan keletihan setelah menjalani rutinitas pesantren yeng begitu padat.
sampai tulang.Dingin yang terlalu menyiksa bagiku.Dapat kudengar dengan jelas suara para hewan malam yang sedang memainkan musik orkestra mereka, sahut menyahut menyerbu telinga seolah berteriak berusaha memberitahukan sesuatu padaku. Namun semua itu sama sekali tak bisa mengusik para penghuni asrama dari buaian mimpi mereka. Yang menghapus perlahan keletihan setelah menjalani rutinitas pesantren yeng begitu padat.
Semakin lama semakin dapat
kurasakan kedua mata yang telah terlalu letih untuk terus kupaksa tetap
terbuka. Kutengok jam dinding yang ada tepat di atasku. 02:00 istiwak.Memang
sudah sangat larut. Berarti sudah 3 jam lebih aku berkutat dengan tumpukan
kertas ini. Untung ruang kantor punya sakelar sendiri jadi tidak ikut padam jam
11:00 tadi.
Ah, memang harus melembur...
Tapi ini juga salahku sendiri karena telah terlanjur menyanggupi permintaan
mbak Ulya PIMRED mading SALSABILA[2] yang harus pulang karena kakaknya
nikahan. Mengantikan tugasnya memegang mading untuk sementara waktu. Hmm… tak
kukira akan serumit ini...
Kertas-kertas yang telah
terkumpul dari kiriman teman-teman santriyat kurapikan dan kupilah sesuai
kategori yang sudah ada. OPINI, SASTRA, HUMOR, KHAZANAH, KALIGRAFI... Berarti
tinggal kolom CERPEN yang belum terisi.Ada banyak sekali kiriman cerpen yang
masuk. 1, 2, 3... Oh? Kertas warna biru? Kiriman dari... NAYLA.Empat halaman.
Judulnya... “KISAH KITA BERDUA”.
Nayla ya... Dia teman sekamar
juga seangkatan diniyah denganku.Mondok kamipun bersamaan. Ah... Jadi ingat
dengan pertengkaran kami seminggu yang lalu.Hanya karena hal sepele yang
sebenarnya tidak sepenuhnya salah dia aku sampai hati berkata kasar padanya.
Dan kamipun akan berkelahi kalau saja tak segera dilerai mbak Nafis.
Sejak saat itu kami saling
diam. Persahabatan kami yang telah berjalan hampir 6 tahun menjadi ternoda. Aku
jadi merasa sangat bersalah padanya... Seharusnya aku segera minta maaf.Akulah
yang paling patut disalahkan.Tapi karena sifat sombong aku menjadi enggan untuk
mengakui kesalahan yang telah kuperbuat. Tapi aku yakin dia sudah memaafkanku
karena cerpen kirimannya yang baru saja usai kubaca ini bercerita tentang
pertengkaran antara kami berdua dengan akhir saling memafkan, meski memakai
nama lain.
Nayla sudah pulang sejak 3
hari ini. Kata mbak Nafis gadis itu hanya sakit panas biasa jadi mungkin besok
sudah balik[3] lagi.
Baiklah! Untuk kolom cerpen aku isi dengan cerpen milik Nayla ini biar jadi surprise
untuknya pas balik. Kebetulan juga di pojok kertas sudah ia tulis...
“NAYLA, 12 NOVEMBER” tepat tanggal terbit besok. Aku yakin ini akan jadi
kejutan terbaik untuk bisa kembali memperbaiki persahabatan kami. Kuharap Nayla
benar-benar balik besok. Aku tersenyum demi membayangkan reaksi gadis
bertubuh mungil itu saat melihat cerpennya kupajang di mading.
Nayla memang sangat senang
menulis cerpen. Setiap kali dia selesai membuat akulah orang pertama yang ia
suruh untuk membacanya. Sangat bagus. Teman-teman yang lain juga selalu memuji
cerpen-cerpen karyanya.
Kadang aku merasa iri dengan
gadis itu, seolah dia adalah santri putri paling istimewa di pondok
kami.Bagaimana tidak?Nayla adalah santri putri yang paling disayangi
Bunyai.Orangnya sangat baik dengan tutur kata yang lemah lembut.Mudah bergaul
dengan siapa saja.Periang. Perawakannya mungil dengan tubuh ramping. Kulitnya
kuning terawat dengan wajah sehalus pualam.Manis dan cantik, nyaris sempurna.
Kudengar sudah ada beberapa pemuda yang menemui orang tuanya untuk melamarnya, tapi
semua ia tolak. Katanya ia ingin menamatkan masa ta`allumnya di
pesantren, apapun yang terjadi. Hmm… sebuah tekad yang luar biasa.
Tiba-tiba dari arah luar
terdengar suara langkah kaki yang berlari tergesa-gesa. Ada apa, ya? Sekilas
terlihat Afi berlari ke kamar pengurus yang berada di ujung asrama, berjarak 5
kamar dari kantor yang kutempati ini. Karena penasaran akupun keluar dan
mengikutinya dari jarak agak jauh.Afi masuk ke dalam kamar.Aku mengintip dari
balik pintu.Kulihat gadis itu sedang berusaha membangunkan Mbak Ana, Roisah pondok putri.
“Hmm... Ada apa to, Fi? Shubuh
kan masih lama....” Tanya mbak Ana dengan mata masih terpejam.Sepertinya dia
belum benar-benar bangun.
“Ayo, Mbak... Cepet
banguuun.....” Paksa Afi sambil menarik tangan Mbak Ana.Kulihat ada yang aneh
dengan wajah Afi, dia nampak sangat panik. Tapi karena apa ya?!
“Iya... iya...” Perlahan Mbak
Ana bangkit dari tidurannya sambil menguap beberapa kali pertanda dia masih
sangat mengantuk.“Ada apa to, Fi kok membangunkanku selarut begini?”
“Anu, mbak... Di depan ada
keluarganya Nayla yang datang...” Nada suara Afi terdengar semakin aneh.
Keluarganya Nayla? Memangnya ada apa dengan Nayla? Jangan-jangan dia mau di
sowankan boyong?! Atau
mungkin sakit Nayla bertambah parah sehingga tidak jadi balik besok?
Tapi kenapa? Mengapa pula harus selarut ini? Lama-lama perasaanku jadi semakin
tidak enak.
“Nafas dulu, Fi!Suaramu itu
nggak teratur banget?!”
“Nayla, Mbak! Nayla....”
Tiba-tiba Afi menangis sesenggukan.Aku jadi semakin bingung.Apa yang sebenarnya
terjadi?! Kenapa dia pakai menangis?Kalau memang Nayla mau boyong Afi
tidak perlu manangis sampai sesenggukan seperti itu.
“Eh?!Kok malah nangis to, Fi?!Ojo
gawe mbak wedi lah!!!”
“Nayla, mbak... Nayla...”
“Iya... Ada apa dengan
Nayla?!”
“Nayla........ Nayla.........
meninggal, Mbak!”
“INNALILLAHI WA INNAILAIHI
ROJI`UN??!!Kamu nggak salah, Fi?!”Jerit mbak Ana panik.Akupun luar biasa panik.
Tak mungkin Nayla meninggal... Hanya sakit panas biasa, basok dia akanbalik.
Aku segera berlari dari sana.
Pasti Afi bohong! Ingin marah rasanya, ini sama sekali tidak lucu!...Mataku
menghangat?!Aku mulai menangis?Mengapa?! Nayla tidak meninggal... Besok aku
akan bertemu dengannya dan minta maaf lalu kami bisa bercanda bersama lagi...
Tapi kenapa Afi berkata begitu?... Pasti bohong! Tapi aku melihat ada dua orang
bapak-bapak berdiri di samping pintu dapur ndalem[9]. Aku semakin takut. Aku berlari
kembali ke kamar atas... Ada Mbak Nafis dan Mbak Shofi yang sudah berpakaian
rapi. Mata mereka memerah. Mereka habis menangis! Aku mematung di depan kamar
B3...
“Nis... Kamu belum
siap-siap?”Tanya mbak Nafis.Aku diam tak menjawab. “Nis... Ayo cepat ganti
baju...” Aku menunggu.“Nisa!Nayla tidak ada!!!”
“Tak mungkin!... Nayla...” Aku
sudah terisak?! Tanpa kusadari kedua pipiku sudah basah… Aku tetap berontak...
Tapi Afi di bawah dan sekarang mbak Nafis... Segera aku berlari ke gedung
diniyah.Tak kupedulikan lagi suara mbak Nafis dan mbak Shofi yang berteriak
memanggil-manggil namaku.Pintu kukunci.Kudekap kedua lututku kuat-kuat.Kutahan
suara tangisku yang seakan mau meledak.Aku telah benar-benar terisak.Nayla
telah tiada?Sahabat pertamaku di pesantren ini telah pergi untuk
selama-lamanya?Aku sudah takkan bisa bertemu dengannya lagi?Kenapa??? Pasti
salah! Nayla hanya sakit panas biasa... Tak mungkin dia meninggal....
Air mataku sama sekali tak
bisa kubendung lagi. Untuk kesekian kalinya kembali kupandangi coretan yang
kubuat di satir diniyah.....
“AKU BENCI NAYLA... AKU BENCI
NAYLA... AKU......”
...................................................................
Mendung gelap bergelayut
angkuh di langit menutupi sinar sang surya yang seharusnya menemani kepergian
Nayla hari ini. Ah… benar-benar suasana yang tak pernah kuharapkan. Sepanjang
perjalanan tak sekalipun angin pagi berhembus menerpa mobil kami seolah ia ikut
termangu, bersedih atas perpisahan ini, meratapi kepergian yang membuat sesak
dada. Dan untuk kesekian kalinya kedua mataku`pun kembali menghangat setelah
semalaman telah kupakai terisak sendirian menyesali semuanya.
Akhirnya iring-iringan rombongan
kami tiba di rumah Nayla. Sedang Mbak Ana, mbak Nafis dan beberapa teman
lainnya sudah di sini sejak tadi malam. Tubuhku bergetar demi melihat para
pentakziyah yang menyemut di dalam dan luar rumah Nayla. Ada banyak sekali
orang-orang yang mencintainya. Semuanya sama mendoakan dan mengucapkan selamat
tinggal pada Nayla yang akan pergi untuk selama-lamanya. Sama dengan kami.
Akupun sangat mengerti kalau
ajal telah tiba tak ada seorangpun yang dapat menolaknya. Namun kepergian Nayla
ini tetap saja sangat berat kurasakan. Ada banyak hal yang membuatku menyesali
dan meratapi setiap hal yang pernah kulakukan padanya. Tanpa kusadari kedua
mataku mulai kembali meneteskan air mata. Sudah berusaha kuseka namun tetap
saja terus mengalir dan membasahi seluruh wajahku.
Niswatin dan Laili menggandeng
tanganku dengan erat.Dapat kudengar suara keduanya yang sedang menahan isak
tangis yang hampir pecah.Peralahan-lahan kami berjalan menuju rumah duka.Abah dan
Ibu sudah lebih dulu masuk. Orang-orang sama memberikan jalan untuk rombongan
kami yang terdiri dari 30 santriyat teman seangkatan diniyah dan sekamar Nayla
di pesantren. Bu Nafsiyah nampak sangat terpukul dengan kepergian putri
bungsunya.Beliu berkali-kali pingsan.Matanya memerah dan bengkak karena
terus-menerus dipakai menangis.Beberapa ibu-ibu berusaha menghiburnya.
Tak selang lama Abah keluar
sedang Ibu beranjak mendekati Bu Nafsiyah dan ikut menghibur.Setelah bergantian
bersalaman dengan seluruh orang yang ada di dalam ruangan itu, perlahan dengan
ditemani Niswatin dan Laili aku berjalan ke arah sudut ruangan tempat tubuh
Nayla dibaringkan.
Nayla sahabat kami yang selau
riang itu kini hanya terbaring diam dengan terselimuti kain putih
bersih.Beberapa wanita yang mungkin kakak-kakak ipar Nayla duduk bersimpuh di
samping sambil membaca surah yasin dengan suara pelan.
Dengan masih berlinang air
mata, dengan tangan bergetar kusibakkan kain yang menutup wajah Nayla untuk
terakhir kalinya.Ia terlihat sangat cantik. Wajahnya sejuk dengan senyum
ketenangan yang tersungging manis di bibirnya. Senyum yang sebagaimana kebiasaannya acap kali bekumpul dan
saling bersenda gurau bersama kami. Kucium keningnya yang sedikit berkeringat.
Ada bau harum yang kuhirup.
“Selamat jalan sahabat.Engkau
telah pergi meninggalkan kami untuk bertemu kekasih yang selalu kau sebut-sebut
dalam setiap doamu. Kami akan sangat merindukanmu. Kau tahu Al... akupun akan
pulang. Menempuh hidup baru, dan aku sangat berharap kamu bisa menemaniku pada
hari istimewa itu.... Ternyata memang inilah yang terbaik untuk kita. Al...
tiba-tiba... ada banyak sekali yang ingin kuceritakan padamu.....” Bisikku
dengan suara yang telah
tenggelam dalam isak tangis yang tertahan. Niswatin dan Laili memelukku erat di
antara derai air mata mereka.
Kembali kututup kain putih
itu. Ah... andai kau bisa bersama kami lebih lama lagi...
........................................................
Pagi yang begitu cerah. Dengan
hembusan angin sejuknya dan iringan paduan suara burung-burung pipit yang
bertengger di dahan-dahan pepohonan depan ndalem, menyanyikan lagu
selamat datang yang sangat merdu untukku. Ya.Ini adalah hari pertamaku di
pesantren ini.Pesantren tempat ayah dan ibu mondok dulu, setelah harus menunggu
agak lama karena menuruti keinginan ibu yang sudah memilihkan hari dan tanggal
keberangkatanku.Setiap kali aku bertanya alasannya beliau selalu menjawab agar
jadi kenangan terindah. Ah... entah apa maksudnya? Aku memang sering tak faham
dengan cara berpikir ibu.
Beliau berdua sudah pamit
pulang.Ingin sekali aku mengantarkan sampai gerbang namun tak diperbolehkan
karena kata beliau toh tak lama lagi aku bisa bertemu dengan mereka kembali
karena masih baru.Tak apalah, aku sudah tenang dengan janji mereka itu.
Kata mbak pengurus yang
menemani kami lemari yang akan kupakai ini sudah sangat lama tak terpakai.
Entah sejak kapan?Jadi bagian dalam pasti kotor. Ibu tersenyum,
“Tidak apa-apa, Mbak. Yang
penting sudah dapat lemari, kalau kotor tinggal dibersihkan saja”
Dan memang benar.Setelah
kubuka nampak seluruh bagian dalam tertutup lapisan debu yang cukup tebal juga
sarang laba-laba yang merata di seluruh sisinya.
Apa itu?! Ada sebuah buku
merah batik di tingkat paling bawah.Pasti milik pemakai terakhir lemari
ini.Kuambil.Dengan sekali tiupan debu sudah beterbangan dari bagian sampul buku
isi seratus ini. Jadi penasaran apa isinya. Iseng kubuka halaman pertama,
tertulis...
“JUMAT, 12 NOVEMBER’92”
Surprise! Sama
dengan hari dan tanggal kelahiranku... Hanya terpaut 2 tahun.Sudah sangat lama
rupanya. Sedang di pojok bawah tertulis...
“UNTUK
SAHABAT TERCINTAKU, DAMARKU YANG PALING ANGGUN DAN CANTIK, NAYLATUL MUNA”
Sama dengan
namaku?!Benar-benar hanya kebetulankah? Tanggal yang sama, lalu nama yang sama
pula... Ah, hal semacam ini sudah sering terjadi. Tak ada yang perlu
dipikirkan. Tapi aku jadi semakin penasaran dengan isi buku ini… Halaman
selanjutnya penuh dengan puisi-puisi dan syair-syair kesedihan, penyesalan,
permintaan maaf, sanjungan dan harapan.Ditulis dengan pilihan susunan kata yang
sangat menyentuh.Hingga tanpa kusadari ada satu butiran bening yang jatuh dari
mataku.Segera kuseka. Di halaman terakhir tertulis sebuah syair;
DAN KU RASAKAN KEMATIAN ITU
TELAH SEMAKIN DEKAT PADAKU
NAMUN AKU INI YANG SELALU
SALAH PANTASKAH BERSUA
DENGANMU?
JUMAT, 12 NOVEMBER’93
SAHABATMU, LINA JAUHAROTUN
NISA.
Segera kututup. Lina
Jauharotun Nisa`.... nama ibu?! Nama yang sama denganku, lalu ini namanya sama
dengan ibuku.... Berarti ini buku milik ibu! Ya! Ini pasti buku milik ibu! Dan
ini lemari yang dipakai oleh ibu waktu mondok dulu... Apa karena hal ini tadi
ibu tersenyum terus? Karena yang akan aku pakai adalah lemari beliau? ....
Tapi, kenapa tiba-tiba perasaanku jadi tidak enak begini?Terlalu banyak
kebetulan yang terjadi hari ini.
“Nay!Orang tuamu!”Suara mbak
pengurus yang tadi menemui ibuku?!
Aku segera berbalik.Benar mbak
pengurus yang tadi sedang berdiri tepat di tengah pintu.Raut wajahnya terlihat
panik.Kenapa?! Aku tak berani menebak... Aku langsung berdiri dan berlari
melewatinya begitu saja. Hari ini hari jumat tanggal 12 November! Hari dan
tanggal yang telah dipersiapkan ibu untuk keberangkatanku ke pondok… Aku mulai
takut... Kupeluk erat buku yang tadi kubaca.Lariku kupercepat.
Santriyat yang lain sama
memandangku dengan raut wajah yang aneh. Raut wajah iba dan berduka! Mataku
mulai menghangat... Aku menangis?! Tapi apa yang kutangisi? Sebenarnya ada apa
dengan hari jumat tanggal 12 November?! Apa hubungannya buku itu dengan hari
dan tanggal yang dipilih ibu? Kenapa aku tak boleh mengantar pulang?Apa
maksudnya aku takkan lama akan kembali bertemu mereka? Ah... Tiba-tiba aku jadi
sangat rindu dengan ayah ibu... Aku ingin segera bisa melihat wajah teduh
mereka, suara menentramkan mereka, belaian dan pelukan kasih sayang
mereka...
Aku terus berlari. Ada
kerumunan banyak orang tak jauh dari gerbang... Ayah?Ibu?