Ilmu Masuk Kategori (maqulat ) apa?



Maqulat (المقولات) atau “Ten Categories” adalah konsep yang berasal dari logika dan filsafat Aristoteles (Aristotelian Categories), yang kemudian diadopsi dan dikembangkan oleh filsuf-filsuf Islam. Maqulat digunakan untuk mengklasifikasikan segala sesuatu yang ada (eksistensi) di alam ini. Pembahasan maqulat sangat penting bagi ilmu kalam karena beberapa maqulah menjadi maddah (materi) dalam hujjah (argumen) dalam ilmun kalam. Karenanya banyak ulama mengarang kitab khusu untuk menjelaskan maqulat, seperti kitab Ta’riful Maqulat yang merupakan kitab pengenalan maqulat karya Syaikh Muhammad Abi ‘ilyan Al-Syafi’i, atau kitab Kifayatus Sa’i fi fahmi maqulat al-suja’i karya Syaikh Saeed Fudah. 


Ilmu termasuk kategori apa? 


Dalam khazanah filsafat Islam klasik, ilmu—dalam arti persepsi atau pengetahuan—menjadi topik penting dalam pembahasan al-maqūlāt al-‘ashar (sepuluh kategori) dalam logika dan metafisika. Para ulama berbeda pendapat mengenai kategori (maqūlah) yang paling tepat untuk ilmu.


Sebagian ulama menyatakan bahwa ilmu termasuk dalam maqūlah al-kayf (kategori kualitas). Menurut pandangan ini, ilmu adalah sifat (atau ‘arad) yang tidak bergantung pada pemahaman terhadap hal lain, serta tidak mengandung konsep pembagian ataupun ketidakberbagian, seperti halnya warna hitam dan putih. Dalam konteks ini, persepsi (idrāk) dipahami sebagai terbentuknya gambaran suatu objek dalam akal.


Pendapat lain menyebutkan bahwa ilmu tergolong dalam maqūlah al-fi‘l (kategori aksi), karena dianggap sebagai aktivitas suatu hal dalam memengaruhi hal lain selama pengaruh itu berlangsung—seperti panasnya api yang terus memanaskan air. Maka dari itu, persepsi dipahami sebagai proses menghasilkan gambaran dalam akal.


Sebagian ulama lain mengelompokkannya ke dalam maqūlah al-infi‘āl (kategori reaksi), di mana ilmu dianggap sebagai penerimaan pengaruh dari luar, sebagaimana air menjadi panas karena api. Persepsi, dalam sudut pandang ini, adalah kesiapan jiwa untuk menerima gambaran suatu objek.


Ada juga yang memasukkan ilmu dalam maqūlah al-idāfah (kategori relasi), yaitu hubungan yang pengertiannya bergantung pada pengertian hubungan lain—seperti hubungan ayah dan anak, yang tidak bisa dipahami secara terpisah. Dalam konteks ini, ilmu dianggap sebagai hubungan antara dua hal: akal dan objek, yang keduanya harus dipahami bersama.


Namun, menurut mayoritas pakar (al-muhaqqiqūn), ilmu termasuk dalam kategori al-kayf. Dalam pandangan ini, ilmu pada hakikatnya adalah identik dengan objek yang diketahui (ma‘lūm) dari sisi substansi, hanya berbeda dalam sudut pandang: ketika gambaran itu berada dalam akal, ia disebut "ilmu", sedangkan ketika berada dalam realitas luar, ia disebut "ma‘lūm".


(Disarikan dan diterjemahkan dari Ḥāsyiyat al-Dusūqī ‘alā Sharḥ Tahżīb al-Khūbaysī, hlm. 28)

Berikut referensinya:

ثم ان العلم بمعنى الادراك قيل انه من مقولة الكيف وهو عرض لا يتوقف تعقله على تعقل غيره ولا يقتضى القسمة واللاقسمة في محله كالسواد والبياض وعلى هذا فيكون الادراك عبارة عن صورةالشيئ الحاصلة في الذهن وقيل إنه من مقولة الفعل وهو تأثير الشيء في غيره مادام مؤثرا كتسخين النار للماء مادام مسخنا وعلى هذا فيفسر الادراك بتحصيل صورة الشيء في الذهن وقيل من مقولة الانفعال وهو تأثير الشيء من غيره مادام متأثرا كتسخين الماء من النار مادام الماء مسخنا وعلى هذا فيفسر الادراك بقبول النفس الحصول صورة الشيء فيها وقيل من مقولة الاضافة وهي نسبة يتوقف تعقلها على تعقل نسبة أخرى كالا بوة والبنوة فان كلا منهما نسبة يتوقف تعقلها على تعقل الأخرى هذا هو المراد بالاضافة المقابلة للفعل والانفعال والمراد بها هنا في جانب العلم النسبة أي أنه نسبة بين أمرين يتوقف تعقلها على تعقل كل منهما وعلى هذا فيفسر الادراك بأنه حصول صورة شيء في الذهن والذي عليه المحققون أنه من قبيل الكيف وعليه فالعلم عين المعلوم ذاتا وانما يختلفان اعتبارا فصورة الشيء باعتبار كونها مرتسمة في الذهن علم و باعتبار ارتسامها بالشيء في الخارج معلوم(حاشية الدسوقي على شرح تهذيب الخبيصي، ص: 28)






Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url