Kemunafikan Barat dalam Menilai Poligami
Karena mayoritas masyarakat Barat menganut agama Nasrani, dengan latar belakang budaya Romawi dan Yunani kuno, mereka pun ikut mengharamkan poligami. Anehnya, di saat poligami dianggap tidak manusiawi, Barat justru membebaskan praktik perzinaan, homoseksual, lesbianisme, hingga gonta-ganti pasangan. Padahal, secara moral, poligami jauh lebih beradab karena berbasis pada ikatan yang sah dan tanggung jawab.
Ironisnya, ketika ada orang yang menjalani poligami secara terbuka, masyarakat Barat justru mencela dan menganggapnya menjijikkan. Sebaliknya, perilaku bebas seperti perselingkuhan, pelacuran, bahkan seks sesama jenis dianggap wajar dan bagian dari "kebebasan hidup modern".
Menurut Dr. Yusuf al-Qaradawi, apa yang dilakukan Barat hari ini sejatinya adalah bentuk poligami juga, meskipun tanpa formalitas. Mereka terbiasa melakukan hubungan seksual di luar nikah, baik di tempat kerja, sekolah, rumah tangga, maupun tempat umum — bahkan tanpa batasan moral. Ini tercermin jelas dalam film-film Hollywood, yang memperlihatkan hubungan bebas tanpa pertanggungjawaban apa pun.
Lebih parah, ketika terjadi kehamilan di luar nikah, tidak ada konsekuensi hukum yang mengharuskan pria bertanggung jawab. Hubungan bebas malah dilindungi dan dihormati atas nama hak asasi, sedangkan poligami sah yang mengikat dan menuntut tanggung jawab justru diharamkan.
Syeikh Abdul Halim Mahmud pernah menceritakan sebuah kisah di negara sekuler Afrika: seorang tokoh Islam menikah untuk kedua kalinya secara syariat, namun karena poligami dilarang negara, ia diseret ke pengadilan. Untuk menyiasatinya, ia mengaku bahwa perempuan tersebut bukan istrinya, melainkan teman selingkuhannya. Mendengar itu, pengadilan justru meminta maaf dan membebaskannya — sebuah ironi besar, karena zina diterima, sementara pernikahan yang sah dihukum.
Post a Comment