Dalam Al-Qur'an, tema Agama salah satunya dijelaskan melalui topik Islam Adalah Agama Yang Sesuai Dengan Fitrah Manusia,
yang tercermin dari ayat-ayat berikut ini lengkap dengan terjemah dan tafsir Jalalain serta Tahlili Kemenag.
QS. Ar-Rum (30:30)
فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ
30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,
Tafsir Jalalain
(Maka hadapkanlah) hai Muhammad (wajahmu dengan lurus kepada agama Allah) maksudnya cenderungkanlah dirimu kepada agama Allah, yaitu dengan cara mengikhlaskan dirimu dan orang-orang yang mengikutimu di dalam menjalankan agama-Nya (fitrah Allah) ciptaan-Nya (yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu) yakni agama-Nya. Makna yang dimaksud ialah, tetaplah atas fitrah atau agama Allah. (Tidak ada perubahan pada fitrah Allah) pada agama-Nya. Maksudnya janganlah kalian menggantinya, misalnya menyekutukan-Nya. (Itulah agama yang lurus) agama tauhid itulah agama yang lurus (tetapi kebanyakan manusia) yakni orang-orang kafir Mekah (tidak mengetahui) ketauhidan atau keesaan Allah.
Tafsir Tahlili Kemenag
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (aż-Żāriyāt/51: 56)
Menghadapkan wajah (muka) artinya meluruskan tujuan dengan segala kesungguhan tanpa menoleh kepada yang lain. “Wajah” atau “muka” dikhususkan penyebutan di sini karena merupakan tempat berkumpulnya semua panca indera, dan bagian tubuh yang paling terhormat.
Sehubungan dengan kata fitrah yang tersebut dalam ayat ini ada sebuah hadis sahih dari Abū Hurairah yang berbunyi:
مَامِنْ مَوْلُوْدٍ اِلَّا يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا يُنْتَجُ الْبَهِيْمَةُ جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْنَ فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ. ثُمَّ يَقُوْلُ اَبُوْهُرَيْرَةَ: وَاقْرَءُوْا اِنْ شِئْتُمْ: فِطْرَتَ اللهِ الَّتِىْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَاتَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ. وَفِى رِوَايَةٍ: حَتَّى تَكُوْنُوْا اَنْتُمْ تَجْدَعُوْنَهَا. قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ اَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوْتُ صَغِيْرًا؟ قَالَ: اَلله ُاَعْلَمُ بِمَا كَانُوْا عَامِلِيْنَ. (رواه البخاري ومسلم)
Tidak ada seorang anak pun kecuali ia dilahirkan menurut fitrah. Kedua ibu bapaknyalah yang akan meyahudikan, menasranikan, atau memajusikannya, sebagaimana binatang melahirkan anaknya dalam keadaan sempurna. Adakah kamu merasa kekurangan padanya. Kemudian Abū Hurairah berkata, “Bacalah ayat ini yang artinya: ... fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah.” Dalam riwayat lain, “Sehingga kamu merusaknya (binatang itu).” Para sahabat bertanya, “Hai Rasulullah, apakah engkau tahu keadaan orang yang meninggal di waktu kecil?” Rasul menjawab, “Allah lebih tahu dengan apa yang mereka perbuat.” (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim)
Para ulama berbeda pendapat mengenai arti fitrah. Ada yang berpendapat bahwa fiṭrah itu artinya “Islam”. Hal ini dikatakan oleh Abū Hurairah, Ibnu Syihāb, dan lain-lain. Mereka mengatakan bahwa pendapat itu terkenal di kalangan utama salaf yang berpegang kepada takwil. Alasan mereka adalah ayat (30) dan hadis Abū Hurairah di atas. Mereka juga berhujah dengan hadis bahwa Rasulullah saw bersabda kepada manusia pada suatu hari:
اَلَا اُحَدِّثُكُمْ بِمَا حَدَّثَنِيَ اللّٰهُ فِى كِتَابِهِ: اِنَّ اللّٰهَ خَلَقَ آدَمَ وَبَنِيْهِ حُنَفَاءَ مُسْلِمِيْنَ وَاَعْطَاهُمُ الْمَالَ حَلَالًا لَاَحَرَامَ فِيْهِ فَجَعَلُوْا مِمَّا اَعْطَاهُمُ اللّٰهُ حَلَاَلًا وَحَرَامًا. (رواه احمد عن حماد)
Apakah kamu suka aku menceritakan kepadamu apa yang telah diceritakan Allah kepadaku dalam Kitab Nya. Sesungguhnya Allah telah menciptakan Adam dan anak cucunya cenderung kepada kebenaran dan patuh kepada Allah. Allah memberi mereka harta yang halal tidak yang haram. Lalu mereka menjadikan harta yang diberikan kepada mereka itu menjadi halal dan haram....” (Riwayat Aḥmad dari Ḥammād)
Pendapat tersebut di atas dianut oleh kebanyakan ahli tafsir. Adapun maksud sabda Nabi saw tatkala beliau ditanya tentang keadaan anak-anak kaum musyrik, beliau menjawab, “Allah lebih tahu dengan apa yang mereka ketahui,” yaitu apabila mereka berakal. Takwil ini dikuatkan oleh hadis al-Bukhārī dari Samurah bin Jundub dari Nabi saw. Sebagian dari hadis yang panjang itu berbunyi sebagai berikut:
وَاَمَّا الرَّجُلُ الطَّوِيْلُ الَّذِيْ فِيْ رَوْضَةٍ فَاِبْرَاهِيْمُ عَلَيْهِ السَّلَاَمُ وَاَمَّاالْوِلْدَانُ فَكُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، قَالَ: فَقِيْلَ يَارَسُوْلَ اللهِ، وَاَوْلَاَدُ الْمُشْرِكِيْنَ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَاَوْلَاَدُ الْمُشْرِكِيْنَ. (رواه البخاري عن سمرة بن جندب)
Adapun orang yang tinggi itu yang ada di surga adalah Ibrahim as. Adapun anak-anak yang ada di sekitarnya semuanya adalah anak yang dilahirkan menurut fitrah. Samurah berkata, “Maka Rasulullah ditanya, ‘Ya Rasulullah, tentang anak-anak musyrik?’ Rasulullah menjawab, ‘Dan anak-anak musyrik’.” (Riwayat al-Bukhārī dari Samurah bin Jundub)
Sebagian ulama lain mengartikan “fiṭrah” dengan “kejadian” yang dengannya Allah menjadikan anak mengetahui Tuhannya. Seakan-akan dikatakan, “Tiap-tiap anak dilahirkan atas kejadiannya.” Dengan kejadian itu, sang anak akan mengetahui Tuhannya apabila dia telah berakal dan berpengetahuan. Kejadian di sini berbeda dengan kejadian binatang yang tak sampai kepada pengetahuan tentang Tuhannya. Mereka berhujjah bahwa “fiṭrah” itu berarti “kejadian” dan “fāṭir” berarti “yang menjadikan” dengan firman Allah:
قُلِ اللّٰهُمَّ فَاطِرَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ
Katakanlah, “Ya Allah, Pencipta langit dan bumi.” (az-
Topik "Islam Adalah Agama Yang Sesuai Dengan Fitrah Manusia" menunjukkan bagian penting dari tema "Agama", yang mengajarkan
nilai-nilai iman, ketaatan, dan pemahaman terhadap wahyu Ilahi.
Kembali ke Daftar Topik Al-Qur'an
agama,jalalain,Tafsir Tematik,Tahlili Kemenag