Bolehkah Panitia Kurban Mengambil Kulit Hewan Kurban?

Bolehkah Panitia Kurban Mengambil Kulit Hewan Kurban?

Tiap Idul Adha, umat Islam melakukan ibadah kurban dengan menyembelih hewan seperti kambing, sapi, domba, hingga unta. Setelah disembelih, daging hewan kurban dibagikan kepada yang berhak. Agar proses kurban lancar, biasanya dibentuk panitia kurban yang tanggung jawab mulai dari penyembelihan, pengulitan, hingga distribusi daging.

Sering muncul pertanyaan di masyarakat, bolehkah panitia kurban mengambil bagian dari hewan kurban, seperti kulitnya, sebagai bentuk upah? Tanda tanya ini muncul terutama jika panitia bekerja keras dalam pelaksanaan kurban.

Dalam buku "Panduan Qurban dari A sampai Z: Mengupas Tuntas Seputar Fiqh Qurban" karya Ammi Nur Baits, dijelaskan bahwa panitia kurban tidak boleh mengambil kulit atau bagian apapun dari hewan kurban.

Rationale Hukumnya

Panitia dan jagal dianggap sebagai wakil dari shohibul kurban (orang yang berkorban), bukan amil. Oleh karena itu, mereka tidak boleh mengambil bagian dari hewan kurban sebagai kompensasi. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Ali bin Abi Thalib RA, "Beliau pernah diperintahkan Nabi SAW untuk mengurusi penyembelihan untanya dan mengedistribusikan semua bagian, baik daging, kulit maupun pelana. Dan dia tidak boleh memberikan sedikit pun kepada jagal." (HR Bukhari dan Muslim).

Nabi SAW bersabda, “Kami mengupahya dari uang kami pribadi.” (HR Muslim)

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa syariat melarang memberikan bagian hewan kurban, termasuk kulitnya, kepada jagal sebagai upah. Sebagian besar ulama sepakat, pemberian demikian dianggap pelanggaran terhadap aturan kurban.

Alternatif Upah untuk Panitia

Meskipun tidak diperbolehkan mengambil bagian dari hewan kurban, shohibul kurban tetap bisa memberikan upah dalam bentuk lain, seperti uang atau hadiah. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan atas jasa panitia selama proses kurban.

Menerima Kulit Hewan Kurban Sebagai Sedekah

Pemberian sebagian hewan kurban, seperti daging atau kulit, kepada panitia atau jagal diperbolehkan jika niatnya bukan sebagai upah, melainkan sebagai hadiah atau sedekah.

Seperti yang dijelaskan Syaikh Abdullah Al-Bassam dalam "Taudhihul Ahkam", pemberian ini disesuaikan dengan kondisi mereka. Misalnya, bagi yang tergolong miskin, diberikan sebagai sedekah. Sementara bagi yang mampu, bisa berupa hadiah atau itham (pemberian makanan dalam rangka syiar kurban).

Shohibul kurban tidak boleh menjadikan bagian hewan kurban, seperti daging atau kulit, sebagai imbalan kerja. Ini bertentangan dengan syariat.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url