Keutamaan Kekhusukan dalam Salat Jumat: Menyinggung Larangan Jual Beli Saat Azan

Keutamaan Kekhusukan dalam Salat Jumat: Menyinggung Larangan Jual Beli Saat Azan

Shalat Jumat merupakan kewajiban bagi setiap Muslim laki-laki yang telah memenuhi syarat. Hari Jumat sendiri dipenuhi kemuliaan, di mana umat Islam diperintahkan untuk meninggalkan segala aktivitas duniawi demi menghadiri khutbah dan shalat Jumat secara berjamaah. Dalam kitab "Super Berkah Shalat Jumat" susunan Firdaus Wajdi dan Luthfi Arif, disebutkan bahwa Thariq bin Syihab meriwayatkan dari Rasulullah SAW:

"Shalat Jumat itu wajib hukumnya bagi setiap Muslim dan dilaksanakan secara berjamaah." (HR. Abu Dawud)

Lantas, bagaimana hukum jual beli atau aktivitas usaha lainnya saat khutbah Jumat telah dimulai? Apakah boleh atau justru dilarang?

Dasar Larangan Jual Beli Saat Azan Jumat

Al-Qur'an menyampaikan pesan penting dalam Al-Jumu'ah ayat 9:

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila (seruan) untuk melaksanakan shalat pada hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu'ah: 9)  

Ayat ini menekankan bahwa saat azan shalat Jumat berkumandang, umat Islam diperintahkan untuk segera menghadiri khutbah dan shalat, sekaligus meninggalkan aktivitas jual beli.

Menurut buku "Al-Qur'an Hadis Madrasah Aliyah Kelas XI" karya H. Aminudin dan Harjan Syuhada, kata "bersegeralah" bukan berarti berjalan cepat secara fisik, melainkan memusatkan perhatian sepenuhnya pada khutbah dan shalat Jumat, bukan terburu-buru dalam berjalan menuju masjid.

Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dalam Ash-Shahihain, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, menegaskan hal ini: "Apabila kalian telah mendengar iqamah (dikumandangkan), maka berjalanlah menuju shalat, dan hendaklah kalian berjalan dengan tenang lagi santai. Janganlah kalian tergesa-gesa. Apa yang kalian dapatkan (dari shalat), maka shalatlah, dan apa yang luput, maka sempurnakanlah." 

Waktu Berlaku Larangan

Imam Al-Baghawi dalam "Tafsir Al-Baghawi" menjelaskan bahwa larangan jual beli dalam ayat tersebut berlaku setelah dikumandangkannya azan kedua, yaitu ketika imam telah duduk di mimbar untuk memulai khutbah.

Pada masa Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar, dan Umar bin Khattab, azan Jumat hanya dilakukan satu kali, yaitu saat imam sudah duduk di mimbar. Baru pada masa Utsman bin Affan, dengan semakin banyaknya jumlah umat Islam, ditambahkan satu azan lagi yang dikumandangkan dari tempat bernama Zaura di pasar Kota Madinah.

Tidak Hanya Jual Beli yang Dilarang

Larangan dalam ayat tersebut secara lafal memang menyebutkan "jual beli", namun para ulama sepakat bahwa maksudnya mencakup seluruh aktivitas yang dapat menghalangi seseorang untuk segera menghadiri shalat Jumat.

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam "Tuhfatul Muhtaj" menjelaskan bahwa larangan ini tidak hanya berlaku untuk transaksi jual beli barang, tetapi juga mencakup layanan jasa, pekerjaan pertanian, kegiatan ibadah lain, atau segala aktivitas yang menyebabkan seseorang lalai dari kewajiban menuju shalat Jumat.

"Haram bagi orang yang wajib shalat Jumat menyibukkan diri dengan aktivitas yang menghalangi dari pergi menuju shalat Jumat, seperti melakukan transaksi jual beli selain kebutuhan mendesak (seperti pakaian untuk menutup aurat), serta semua aktivitas jasa dan pekerjaan lainnya, bahkan ibadah sekalipun, jika itu membuatnya lalai dari shalat Jumat. Larangan ini berlaku setelah dikumandangkannya azan di depan khatib."

Dengan demikian, larangan ini bersifat umum dan berlaku bagi seluruh aktivitas yang menyibukkan dan mencegah pelaksanaan shalat Jumat secara tepat waktu.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak