Rencana Israel Merampas Pengelolaan Masjid Ibrahimi di Hebron Menuai Kecaman Dunia

Rencana Israel Merampas Pengelolaan Masjid Ibrahimi di Hebron Menuai Kecaman Dunia

Keadaan di wilayah Palestina kembali memanas menyusul laporan terbaru mengenai rencana Israel untuk mengambil alih pengelolaan Masjid Ibrahimi (juga dikenal sebagai Makam Para Leluhur atau Cave of the Patriarchs) di Hebron.

Langkah kontroversial ini, yang menegaskan kembali isu sensitif terkait situs-situs suci di Palestina, langsung menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Kemegahan Masjid Ibrahimi dan Kericuhan Terakhir

Masjid Ibrahimi merupakan situs suci bagi tiga agama utama: Islam, Yahudi, dan Kristen. Di kompleks suci ini, diyakini bersemayam jasad para nabi besar seperti Nabi Ibrahim, istrinya Siti Sarah, Nabi Ishaq, Ribka, Nabi Ya'kub, dan Lea.

Masjid Ibrahimi

Sayangnya, Masjid Al Ibrahimi telah menjadi titik api ketegangan antara warga Palestina dan otoritas Israel. Rencana terbaru Israel untuk mengambil alih pengelolaan Masjid Ibrahimi semakin memperburuk situasi ini. Pemerintah Israel berdalih bahwa tindakan tersebut bertujuan untuk melakukan renovasi dan pembangunan fasilitas pelindung bagi pengunjung, namun banyak pihak menilai ini sebagai dalih politik untuk memperkuat cengkraman Israel atas situs-situs suci Islam di wilayah pendudukan.

MUI Sampaikan Kecaman dan Seruan Jihad

Diketahui MUI menyatakan penolakan keras terhadap upaya pengambilalihan Masjid Ibrahimi. Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri, Prof. Sudarnoto Abdul Hakim, menyebut tindakan ini sebagai "perampokan wakaf Islam" dan bentuk nyata pelanggaran hak-hak keagamaan umat Islam.

"Pencabutan wakaf Islam dan pengambilalihan atas Masjid Ibrahim oleh Yahudi ekstrim di Hebron adalah perampasan hak-hak keagamaan yang tidak dibenarkan oleh agama apapun dan juga oleh hukum internasional," kata Prof Sudarnoto.

Seruan jihad melawan ekstrimisme ini, menurutnya, tetap relevan sebagaimana telah ditetapkan dalam ijtima' ulama. "Jihad melawan ekstrimisme keagamaan Yahudi yang telah merusak kedaulatan beragama umat Islam harus dilakukan bahkan oleh semua umat beragama. Ekstrimisme keagamaan ini adalah musuh bersama semua agama," tegasnya.

Prof. Sudarnoto juga mendesak negara-negara muslim yang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel untuk mengevaluasi hubungan tersebut guna memperkuat dukungan terhadap perlindungan Masjid Al-Aqsha, Baitul Maqdis, dan Palestina secara keseluruhan.

Desakan Internasional dan Indikasi Yudaisasi

Keputusan Israel memicu kecaman luas dari berbagai pihak.

Governm ent Israel melalui Administrasi Sipil yang menaungi hubungan administratif Israel dengan Palestina menyampaikan bahwa mereka telah menyetujui proses yang memungkinkan pembangunan kanopi di halaman kompleks Masjid Al Ibrahimi. Kanopi ini bertujuan untuk memberi naungan bagi para jamaah yang beribadah di tempat tersebut, baik dari kalangan Yahudi maupun Muslim.

Selama ini, pengelolaan situs dilakukan secara bersama antara Islamic Waqf dan otoritas kota Hebron. Namun, otoritas Israel menuduh Islamic Waqf tidak kooperatif dalam proses renovasi dan perbaikan situs, sehingga proyek pembangunan tidak dapat dijalankan secara optimal.

Otoritas Palestina dan Uni Emirat Arab (UEA) mengecam langkah ini sebagai pelanggaran terhadap status quo historis dan hukum situs suci tersebut. Kementerian Luar Negeri UEA bahkan menyebutnya sebagai tindakan sepihak yang dapat merusak stabilitas kawasan.

Sementara Muataz Abu Sneineh, Direktur Masjid Ibrahimi, mengutuk rencana tersebut sebagai bentuk “serangan terang-terangan dan berbahaya” terhadap situs suci yang memiliki nilai religius, historis, dan arkeologis tinggi. Ia menegaskan bahwa belum ada perubahan apapun di lapangan, namun pernyataan tersebut dianggap sebagai langkah awal menuju proses Yudaisasi situs, yakni upaya untuk mengubah identitas Islaminya menjadi identitas Yahudi.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak