Sorotan Lemahnya Pengawasan Produk Halal

Sorotan Lemahnya Pengawasan Produk Halal

Kasus dugaan kandungan babi dalam jajanan anak yang telah bersertifikat halal kembali menggegerkan publik Indonesia. Kejadian ini sekaligus menguak kelemahan pengawasan produk halal, yang pada akhirnya membuat publik mempertanyakan efektivitas sistem jaminan halal yang selama ini dijalankan.

Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) memang telah ada untuk memastikan kehalalan produk yang beredar di pasaran. Namun, muncul pertanyaan seberapa baik sistem tersebut dalam mencegah terjadinya kasus seperti ini?

Dualisme Audit: Internal dan Eksternal

Profs. Khaswar Syamsu, Guru Besar Teknologi Industri Pertanian sekaligus Kepala Pusat Sains Halal IPB University, menjelaskan bahwa pengawasan produk halal dilakukan melalui dua tahap, yaitu audit internal dan audit eksternal. Audit internal dilakukan minimal satu kali dalam setahun, sedangkan audit eksternal dilakukan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) selama proses perpanjangan sertifikat atau peluncuran produk baru.

"Kedua audit ini bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan SJPH dan memastikan bahwa seluruh prosedur dijalankan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan," ujar Prof. Khaswar dalam siaran pers yang diterima detikHikmah, Rabu (7/5/2025).

Berdasarkan pengamatan Prof. Khaswar, sistem pengawasan produk halal mengalami penurunan kualitas sejak diberlakukannya Omnibus Law. Kebijakan tersebut berfokus pada peningkatan jumlah produk bersertifikat halal tanpa menjamin kualitas pengawasan.

Permasalahan Pengawasan: Hilangnya Masa Berlaku & Kurangnya Sistem

Salah satu dampaknya adalah hilangnya masa berlaku sertifikat halal. Akibatnya, audit eksternal tidak lagi diwajibkan secara berkala. Selain itu, mekanisme pemantauan atas audit internal belum memiliki sistem yang jelas, dan audit surveilans eksternal belum memiliki dasar hukum yang kuat dalam situasi tanpa masa berlaku sertifikat.

Konsekuensi: Pencabutan Sertifikat & Tindakan Korektif

Apabila ditemukan unsur babi dalam produk halal, maka konsekuensinya adalah pencabutan sertifikat dan penarikan produk dari pasar. Hal ini sesuai dengan prosedur penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria halal.

Produsen diwajibkan melakukan penyucian fasilitas yang terkontaminasi najis berat, menyelidiki penyebab terjadinya kontaminasi, dan menyusun langkah-langkah pencegahan. Setelah tindakan korektif dan preventif dijalankan, sertifikat dapat kembali diajukan.

Faktor Penyelamatan: Penelusuran Independen dan Komitmen Produsen

Prof. Khaswar menyebutkan kemungkinan terjadinya false positive atau false negative dalam hasil uji laboratorium karena perbedaan metode, alat, atau prosedur. Jika memang terbukti terdapat unsur babi, maka bisa jadi terdapat pelanggaran penggunaan bahan baru tanpa pelaporan atau pengujian, atau terjadinya pelanggaran dalam proses produksi, penyimpanan, maupun pengangkutan. Ia menekankan bahwa penelusuran secara objektif dan independen perlu dilakukan untuk menemukan penyebab sebenarnya.

Prof. Khaswar juga menjelaskan bahwa untuk memperoleh sertifikat halal, produsen wajib menerapkan Sjph yang dikelola oleh Tim Manajemen Halal. Dalam tim tersebut terdapat Penyelia Halal yang telah mengikuti pelatihan dan memiliki sertifikat kompetensi resmi. Kebijakan halal harus ditandatangani oleh pimpinan tertinggi perusahaan, serta semua bahan yang digunakan wajib memiliki dokumen pendukung halal yang valid. Fasilitas produksi juga harus terbebas dari kontaminasi bahan haram, termasuk unsur babi. Setiap titik kritis dalam proses produksi harus memiliki SOP tertulis yang dilaksanakan secara konsisten.

Kunci Pencegahan

Produk harus dapat dilacak kembali ke bahan dan fasilitas produksinya, dan jika ditemukan pelanggaran, prosedur penanganan harus segera dijalankan. Implementasi Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) harus dipantau dan dievaluasi secara berkala, minimal satu kali dalam setahun.

Hal ini dilakukan melalui Audit Internal oleh Auditor Halal Internal & Kaji Ulang Manajemen (Management Review) oleh top manajemen," ungkapnya. Produsen juga diwajibkan memiliki Manual SJPH, SOP untuk setiap aktivitas yang berpengaruh terhadap kehalalan produk, serta daftar bahan halal sebagai acuan di seluruh rantai produksi

Kasus ini kiranya menjadi pengingat bagi semu pihak terkait pentingnya peningkatan pengawasan dan kedaulatan dalam sistem jaminan halal, agar produk halal yang dikonsumsi masyarakat benar-benar halal dan aman.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak