Kesepakatan Pernikahan dari Hubungan di Luar Nikah: Pandangan Islam

Kesepakatan Pernikahan dari Hubungan di Luar Nikah: Pandangan Islam

Fenomena pernikahan sebagai penutup bagi hubungan di luar nikah masih menjadi topik kontroversial. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan mendasar: bagaimana Islam memandang pernikahan semacam ini? Apakah sah di mata agama? Dan bagaimana nasab anak yang dilahirkan?

Islam menempatkan zina sebagai salah satu dosa besar. Dalam QS An-Nur ayat 3 tertera:

اَلزَّانِي لَا يَنْكِحُ اِلَّا زَانِيَةً اَوْ مُشْرِكَةً ۚوَّالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَآ اِلَّا زَانٍ اَوْ مُشْرِكٌ ۚوَحُرِّمَ ذٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ

Artinya: *Pezina laki-laki tidak pantas menikah, kecuali dengan pezina perempuan atau dengan perempuan musyrik. Dan pezina perempuan tidak pantas menikah, kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik. Yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin.*

Menurut Seri Fikih Kehidupan karya Ustaz Ahmad Sarwat Lc., MA, ayat ini turun ketika seorang sahabat, Mirtsad bin Abi Mirtsad, ingin menikahi seorang wanita pezina bernama 'Anaq. Rasulullah SAW pun bersabda:

"Wahai Mirtsad, wanita pezina tidak dinikahi kecuali oleh laki-laki pezina atau musyrik. Itu haram bagi orang beriman." (HR. Abu Daud, An-Nasai, At-Tirmidzi, Al-Hakim)

Ulama berbeda pendapat dalam hal menikahi wanita hamil karena zina.
**1. Mayoritas Ulama Membolehkan**

Mayoritas ulama berpendapat bahwa pernikahan tersebut diperbolehkan, bahkan jika wanita tersebut sedang hamil. Mereka menilai bahwa ayat An-Nur: 3 bersifat larangan etis, bukan pengharaman mutlak, apalagi bila keduanya telah bertobat. Pandangan ini juga mengacu pada hadits:

"Awalnya perbuatan kotor, dan akhirnya pernikahan. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal." (HR. At-Tabarani dan Ad-Daruquthni)

Hadits lain yang memperkuat pandangan ini adalah:

"Istriku ini wanita yang suka berzina." Nabi bersabda, "Ceraikan dia." Laki-laki itu menjawab, "Aku takut terbebani." Nabi bersabda, "Kalau begitu nikmatilah dia sebagai istrimu." (HR. Abu Daud dan An-Nasai)


**2. Sebagian Ulama Melarang**

Sebaliknya, sebagian sahabat Nabi seperti Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, dan Aisyah RA berpendapat bahwa menikahi pezina tidak dibolehkan. Mereka memahami surah An-Nur ayat 3 secara tekstual dan menegaskan bahwa orang beriman tidak semestinya menyatukan diri dengan pelaku zina.

Rasulullah SAW bersabda:

"Tidak akan masuk surga laki-laki yang dayyuts." (HR. Abu Daud)

Dayyuts adalah laki-laki yang tidak memiliki rasa cemburu terhadap maksiat dalam keluarganya.


**3. Pendapat Pertengahan**

Imam Ahmad bin Hanbal memberikan pandangan tengah. Menurutnya, jika wanita tersebut sudah bertobat, maka pernikahan dibolehkan. Namun jika belum bertaubat, maka pernikahan tidak sah.

Hukum Menikahi Wanita Hamil karena Zina

Hukum fikih bagi pernikahan wanita hamil karena zina pun terbagi:

  • Mazhab Hanafiyah: Membolehkan pernikahan dan memperbolehkan hubungan suami-istri setelah akad, karena kehamilan tersebut berasal dari calon suami sendiri.
  • Mazhab Syafi'iyah: Memperbolehkan pernikahan, namun tidak membolehkan hubungan suami istri sampai si wanita melahirkan.
  • Mazhab Malikiyah dan Hanabilah: Menerapkan larangan pernikahan selama masih dalam keadaan hamil, bahkan jika janin itu hasil dari calon suami, karena dianggap belum keluar dari masa iddah.

Rasulullah SAW juga bersabda:

  • "Janganlah disetubuhi wanita hamil (karena zina) hingga ia melahirkan." (HR. Abu Daud, disahihkan oleh Al-Hakim)
  • "Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan airnya (berjima') pada tanaman orang lain (rahim wanita yang mengandung anak orang lain)." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)

Hadits ini digunakan oleh sebagian ulama untuk mendukung pendapat bahwa laki-laki yang menghamili wanita karena zina tidak boleh langsung menggaulinya, bahkan setelah menikah, hingga si wanita melahirkan.

Nasab Anak dari Hubungan di Luar Nikah

Ketentuan nasab bagi anak yang lahir di luar pernikahan telah dijelaskan secara rinci oleh para ulama. Dalam bukunya *"Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam"* M. Nurul Irfan menegaskan bahwa anak yang lahir akibat hubungan di luar nikah tidak dapat disandarkan nasabnya kepada pria yang menyebabkan kehamilan tersebut, meskipun ia merupakan ayah biologis. Dalam hal ini, nasab anak hanya dinisbatkan kepada ibunya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan Fatwa Nomor 11 Tahun 2012 yang mengatur tentang kedudukan anak hasil zina. Dalam fatwa ini ditegaskan bahwa anak yang lahir akibat hubungan haram tidak memiliki hubungan nasab, hak waris, wali nikah, maupun kewajiban nafkah dari laki-laki yang menjadi sebab kelahirannya. Namun, MUI menyatakan bahwa anak tersebut tetap memiliki hubungan nasab, hak waris, dan hak nafkah dari ibunya dan keluarga ibunya.

Pernikahan di tengah isu hamil di luar nikah memang membutuhkan ketelitian dan pertimbangan yang matang. Perlu dipahami bahwa Islam memberikan jalan keluar yang solusi dalam berbagai persoalan kehidupan, termasuk dalam permasalahan yang sensitif ini. Hal ini menunjukkan bahwa Islam selalu memberikan solusi yang melindungi hak-hak semua pihak, termasuk hak anak yang dilahirkan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak