Hukum Cipika Cipiki dalam Islam

Hukum Cipika Cipiki dalam Islam

Cium pipi kanan dan cium pipi kiri, yang biasa disebut cipika cipiki, merupakan kebiasaan dalam masyarakat Indonesia yang lazim dilakukan untuk orang tua, suami istri, anak, saudara kandung, atau teman. Cipika cipiki seringkali menjadi bentuk ekspresi keakraban dan kasih sayang. Namun, bagaimana hukum cipika cipiki dalam Islam?

Artikel ini membahas tuntas hukum cipika cipiki dalam Islam, mulai dari mubah (diperbolehkan) hingga haram (dilarang), berdasarkan sumber terpercaya dan dalil-dalil yang kuat.

1. Mubah (Diperbolehkan)

Menurut Fatwa Al Lajnah Ad Da’imah dan buku "Ulama Sunnah Begini, Kok Kita Tidak Begitu?" yang disusun oleh Brilly El Rasheed, tidak ada ajaran Rasulullah SAW yang melarang cipika cipiki. Ustaz Abu Salma berfatwa bahwa cipika cipiki termasuk kebiasaan atau urf yang bukan bagian dari ibadah.

"Itu termasuk urf (kebiasaan) bukan bagian dari ibadah. Karena itu, jabat tangan, cium tangan, pelukan, cipika cipiki, cium jidat, dan lain-lain selama itu urf yang lazim maka tidak mengapa. Dalam kaidah disebutkan hukum asal adat kebiasaan itu mudloh,"

ujarnya.

Maksud dari adat kebiasaan adalah segala hal selain ibadah yang lazim dikerjakan, asalkan tidak ada unsur haram. Cipika cipiki antar sesama saudara perempuan, terutama untuk mempererat ukhuwah, persahabatan, kasih sayang, dan tidak menimbulkan fitnah, dihukumi mubah dengan catatan tidak menimbulkan syahwat.

2. Sunnah (Dinyatakan Indah dan Disegerakan)

Cipika cipiki disunnahkan jika untuk menyambut seseorang yang baru pulang dari perjalanan jauh atau safar. Memeluk dan mencium adalah bentuk kasih sayang dan ucapan selamat datang.

Dari Aisyah RA berkata, "Zaid bin Haritsah datang ke Madinah dan saat itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berada di rumahku. Ia mengetuk pintu, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bangkit dalam keadaan tergesa, hingga kainnya terseret. Demi Allah, aku tidak pernah melihat beliau dalam keadaan seperti itu, baik sebelum maupun sesudahnya. Beliau lalu memeluk dan menciumnya." (HR Tirmidzi)

Dalam hadits di atas, ditegaskan bahwa mencium wajah teman dekat sesama jenis yang baru datang dari perjalanan diperbolehkan selama tanpa adanya syahwat. Cipika cipiki juga diperbolehkan antara orang dewasa dengan anak kecil, seperti yang dilakukan Abu Bakar kepada putrinya Aisyah yang sedang sakit demam.

3. Makruh (Tidak Dianjurkan)

Imam Nawawi melalui kitab "Al Adzkar" berpendapat mencium wajah sesama lelaki dalam kondisi biasa tanpa sebab tertentu dihukumi makruh.

"Adapun berpelukan dan mencium wajah selain kepada anak kecil atau orang yang datang dari safar maka hukumnya makruh. Ini telah ditegaskan oleh Abu Muhammad Al Baghawi dan para ulama mazhab kami lainnya,"

demikian bunyi pendapat Imam Nawawi.

Hadits yang melandasi hal tersebut berasal dari Anas bin Malik RA yang berkata, "Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah apakah seseorang boleh menunduk saat bertemu saudaranya?" Beliau menjawab, "Tidak." Ia bertanya lagi, "Apakah boleh memeluk dan menciumnya?" Beliau menjawab, "Tidak." Kemudian ia bertanya, "Bolehkah menjabat tangannya?" Beliau menjawab, "Ya." (HR Tirmidzi dinilai hasan)

4. Haram (Dilarang)

Jika cipika cipiki dilakukan dengan unsur syahwat, maka hukumnya menjadi haram. Islam sebagai agama yang mengatur kehidupan manusia dengan benar secara tuntas, termasuk hubungan antar sesama manusia, mengajarkan agar umatnya menjaga diri dari godaan nafsu dan perbuatan yang terlarang.

Semoga penjelasan ini bermanfaat dalam memahami hukum cipika cipiki dalam Islam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak