Hukum Pre-Order dalam Islam

Hukum Pre-Order dalam Islam

Sistem jual beli telah mengalami perkembangan pesat dari masa ke masa. Hal ini seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup masyarakat. Salah satu metode yang kini menjadi tren di kalangan masyarakat modern adalah sistem pre-order, yang memungkinkan pembeli memesan barang sebelum barang tersebut tersedia secara fisik. Namun, sistem ini juga menimbulkan pertanyaan di kalangan kaum muslimin mengenai keabsahannya menurut hukum Islam.

Pre-Order dan Akad Salam

Pre-order adalah sistem jual beli yang dilakukan dengan cara memesan dan membayar barang terlebih dahulu sebelum barang tersebut tersedia atau diproduksi. Penjual kemudian menyiapkan dan mengirimkan barang sesuai kesepakatan waktu dan spesifikasi yang telah ditentukan saat pemesanan. Menurut Buya Yahya, metode jual beli pre-order hukumnya adalah boleh, atau tidak haram. Dalam Islam, transaksi seperti ini dinamakan dengan akad salam.

Akad salam merupakan salah satu bentuk transaksi dalam Islam yang berupa pembayaran dilakukan di awal, sementara barang diserahkan di kemudian hari. Transaksi ini didasarkan pada kesepakatan waktu dan spesifikasi barang yang jelas sejak awal akad. Saat akad, pembeli langsung melunasi harga barang. Sementara penjual memiliki kewajiban untuk menyerahkan barang pada waktu yang telah disepakati. Jenis transaksi ini memberikan kepastian bagi kedua belah pihak dalam hal hak dan kewajiban masing-masing.

Riwayat dari Ibnu Abbas menyebutkan bahwa saat Rasulullah SAW tiba di Madinah, penduduknya telah menerapkan akad salam untuk hasil panen yang akan datang dalam kurun waktu satu, dua, atau tiga tahun. Kemudian, Rasulullah bersabda:

“Barang siapa melakukan akad salam dalam suatu barang, hendaklah ia melakukannya dengan takaran yang jelas, timbangan yang jelas, dan waktu penyerahan yang jelas.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam sistem pre-order, Buya Yahya menjelaskan, penjual wajib memberikan deskripsi yang jelas dan rinci tentang barang yang ditawarkan. Selain itu, penjual juga harus memastikan untuk memproduksi dan menyerahkan barang tersebut sesuai kesepakatan yang telah dibuat dengan pembeli.

Syarat Pre-Order dalam Islam

Dalam transaksi pre-order yang termasuk ke dalam akad salam, terdapat beberapa hal-hal yang harus dipenuhi. Berikut ini adalah syarat akad salam.

  1. Syarat Pelaku Akad (al-'Aqidain)

    Sama seperti jual beli biasa, para pelaku akad wajib balig, berakal, serta punya kemampuan untuk memilih (ikhtiar). Akad salam boleh dilakukan oleh orang buta, karena barang yang dijual (muslam fih) bersifat utang yang dideskripsikan, bukan barang yang harus dilihat secara langsung seperti pada jual beli biasa.

  2. Syarat Lafal (Shighat Ijab Qabul)

    Ijab dan qabul harus dilakukan dalam satu majelis dan ada kesesuaian antara penawaran dan penerimaan. Akad harus diucapkan dengan lafal "salam" atau "salaf"; lafal lain tidak sah. Tidak diperbolehkan adanya khiyar syarat, karena hal ini menunda penyerahan harga di majelis akad, dan hal tersebut dilarang dalam akad salam.

  3. Syarat Modal (Ra'sul Mal)

    Kedua belah pihak harus mengetahui dengan jelas jumlah serta sifat modal atau pembayaran. Pembayaran harus dilakukan tunai saat akad dan di majelis akad, sebelum kedua pihak berpisah secara fisik, agar tidak termasuk transaksi utang dengan utang yang dilarang dalam Islam.

  4. Syarat Barang yang Dijual (Muslam Fih)

    Harus bisa dideskripsikan dengan jelas, sehingga tidak menimbulkan ketidakjelasan (gharar). Jenis, kualitas, kuantitas, dan sifat barang harus diketahui oleh kedua belah pihak. Harus dari satu jenis saja, tidak boleh dicampur dengan jenis lain, seperti biji gandum dengan jenis lain, atau parfum misk dengan ambar. Barang yang dijual harus berupa utang dalam tanggungan, bukan barang yang sudah ditentukan wujudnya. Jika wujud barang sudah ditentukan, akad salam menjadi tidak sah. Barang harus diserahkan sesuai jenis dan waktu yang telah disepakati, tidak boleh diganti dengan barang lain (misalnya: gandum diganti dengan mentega). Waktu penyerahan barang harus ditentukan secara jelas. Tidak sah jika waktunya samar, seperti "sampai panen" atau "sampai seseorang datang dari perjalanan." Tempat penyerahan juga harus ditentukan, terutama jika tempat akad tidak memungkinkan untuk penyerahan atau jika ada biaya tambahan untuk pengiriman.

Wallahu a'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak