Ketetapan Ilahi: Larangan Masuk Makkah dan Madinah Bagi Non-Muslim
Salah satu pemandangan yang paling menonjol di Tanah Suci adalah keberadaan rambu-rambu yang tegas: "Larangan Masuk bagi Non-Muslim". Ikatan ini dipegang teguh, baik di Makkah maupun Madinah, khususnya di area sekitar Masjid Nabawi. Pengendalian ketat di pos pemeriksaan polisi dekat Makkah memastikan hanya mereka yang beribadah Islam yang diizinkan masuk memanfaatkan layanan ini.
Lalu, siapa yang menetapkan larangan ini? Mengapa Makkah dan Madinah tetap terjaga untuk umat Muslim? Pertanyaan ini memiliki jawaban yang berakar dalam nilai-nilai Islam, yang dilambangkan oleh Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW.
Beredar sebuah kutipan dari Arab News, yang menyatakan bahwa larangan ini bukan hasil keputusan politik atau manusia. Justru, ketentuan ini tercantum tegas dalam Al-Qur'an, surah At Taubah, ayat 28:
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwanya). Oleh karena itu, janganlah mereka mendekati Masjidil Haram setelah tahun ini. Jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang), Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (QS At-Taubah 28)

Ayat ini menjelaskan bahwa Makkah, sebagai Masjidil Haram, seharusnya menjadi tempat suci bagi ibadah umat Muslim. Keberadaan orang non-Muslim dapat mengganggu khusyuknya ibadah dan merusak nilai-nilai spiritual yang terkandung di tempat suci ini.
Kelangsungan penerapan larangan yang sama juga berlaku di Madinah. Konteks ini terlihat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab RA, mengenai sabda Rasulullah SAW:
"Sungguh aku akan mengeluarkan Yahudi dan Nasrani dari Jazirah Arab, tidak aku biarkan di dalamnya kecuali Muslim." (HR At-Tirmidzi)
Para ulama berpendapat bahwa Madinah termasuk dalam wilayah Jazirah Arab.
Dengan demikian, larangan masuk Makkah dan Madinah bagi non-Muslim berdasarkan dalil Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW. Hal ini menunjukkan kepedulian Islam terhadap menjaga kehalalan, keaslian, dan kelestarian tempat ibadah umat Muslims.
Terdapat pendapat lain dari Mazhab Hanafi yang sedikit berbeda. Mazhab ini menyatakan bahwa non-Muslim dilarang masuk Makkah untuk ritual haji dan umrah, tetapi diperbolehkan masuk untuk tujuan lain.
Dari penjelasan mengenai larangan masuk Makkah dan Madinah bagi non-Muslim, dapat diketahui bahwa ketetapan ini memiliki makna dalam menjaga kualitas ibadah dan lingkungan spiritual di Tanah Suci. Pelaksanaan aturan ini menunjukkan komitmen Islam terhadap menjaga nilai-nilai keagamaan dan menjaga keutuhan tempat-tempat suci.