Tiga Tahapan Belajar Imam Syafi’i
Tahapan yang ditempuh Imam Syafi’i dalam proses belajarnya
Terbentuknya karakter ilmiah imam syafi’i tidak terlepas dari proses mencari ilmu secara bertahap. Tahapan yang paling penting antara lain:
Tahapan menghafal Kitab Allah
Imam Syafi’i mulai menghafal Al-quran setelah imam diantarkan oleh ibunya ke Al-Kuttab, ibunya tidak mempunyai apa-apa untuk diberikan kepada gurunya, sehingga guru tersebut lalai dalam mengajar imam Syafi’i, tetapi bahwa Setiap kali sang guru mengajari sesuatu kepada anak-anak lain, imam Syafi’i menangkap dengan cepat. Ketika sang guru bangun dari tempatnya, imam Syafi’i mengajari anak-anak lainnya, sang guru melihat dan mengetahui bahwa Imam Syafi’i sudah menguasai pelajaran dasar untuk anak-anak, maka sang guru tidak lagi meminta upah kepadanya. Setiap kali guru mengajari anak laki-laki menulis sebuah ayat, sampai guru selesai mendiktekan kepada mereka, Imam Syafi’i telah menghafal semuanya. Terus seperti itu sampai imam menghafal Al-Qur’an pada usia tujuh tahun.
Imam Syafi’i radhiyallahu ‘anhu berkata: Ketika saya mengkhatam Al-Qur’an, saya memasuki masjid dan Saya duduk bersama para ulama dan menghafal hadis. Rumah kami berada di Mekah di Shaab Al-Khaif, saya dulu sangat miskin sehingga saya tidak bisa membeli kertas, jadi saya biasa mengambil tulang dan menulis di atasnya. Aku meminta kertas-kertas bekas yang tidak diperlakukan lagi dari Ahli Diwan, lalu aku menulis di belakang.
Tahapan kemahiran imam Syafi’i dalam bahasa, syair, dan sastra
Setelah Imam syafi’i menghafal Kitab Allah SWT dan Sunnah Nabi, beliau beralih ke syair dan sastra dan unggul dalam bidang tersebut. Setelah itu, imam Syafi’i belum berkecimpung dalam ilmu fikih.
imam Syafi’i meninggalkan Mekah, menuju ke suku Huzayl di padang pasir, yang merupakan suku Arab yang paling fasih berbicara, imam Syafi’i tinggal bersama mereka, mempelajari ucapan dan bahasa mereka, dan menjauhi orang ajam (non Arab) yang mulai menyerbu bahasa Arab yang fasih karena interaksi dengan orang-orang ajam. Beliau tinggal bersama mereka selama beberapa waktu, berangkat saat mereka berangkat dan menetap saat mereka menetap. Ketika kembali ke Mekah, beliau mulai membacakan syair tentang kehidupan dan hal-hal lainnya.
Tahapan Belajar Fiqih
Imam Al-Syafi’i R.A, unggul dalam ilmu-ilmu syariah hingga mendapat julukan “Nashir Al-Sunnah” (penolong sunnah). Gelar ini diberikan karena ketinggian status dan martabatnya.
Setelah Al-Syafi’i mahir dalam ilmu-ilmu bahasa, tata bahasa (nahwu) dan sastra (adab), Muslim bin Khaled Al-Zanji menemui imam syafi’i dan berkata kepada beliau:
“Wahai pemuda, kamu dari mana?” beliau menjawab: “Dari penduduk Mekah.” “Dimana rumahmu?” “di kampung Khaif.” “Kamu berasal dari suku mana?” “Dari bani Abdil Manaf.” lalu Al-Zanji berkata: “Luar biasa, luar biasa, Allah telah memuliakanmu di dunia dan di akhirat. Maukah kamu menerapkan pemahamanmu ini pada ilmu fiqih, maka itu akan lebih baik bagimu?!”
Dalam riwayat lain disebutkan sebuah peristiwa yang membuat imam syafi’i beralih dari syair dan sastra kepada mempelajari ilmu fqih. antara lain: Pada suatu hari Imam Syafi’i sedang mengendarai dhabbah (tunggangan) sambil asyik melantunkan syair, di belakangnya ada seorang juru tulis, tiba-tiba juru tulis tersebut memukul beliau dengan cambuknya, lalu berkata kepada beliau: “Orang sepertimu akan menghilangkan marwahnya dalam hal seperti itu. Di mana kamu dalam ilmu fiqih?!”. perkatan tersebut mengguncang imam syafi’i.
Karenanya, imam Syafi'i mulai belajar pada Muslim bin Khalid al-Zanji, Mufti Mekah, dan dari Imam, Hafiz (muhaddist) pada masa itu, Sufyan bin Uyaynah. Guru-guru beliau menyadari kemahiran imam syafi’i dalam bidang bahasa Arab dan dalam menafsirkan nash, padahal beliau masih kecil. Muslim bin Khaled al-Zanji, berkata kepada beliau: “Berfatwalah wahai Abu Abdullah, sudah waktunya bagimu untuk memberikan fatwa”. Al-Rabi' Al-Muradi, salah satu murid beliau berkata: “imam Syafi'i radhiyallahu 'anhu mengeluarkan fatwa ketika dia berumur lima belas tahun.”
Setiap kali Sufyan bin Uyaynah, ditanyai tentang tafsir atau dimintai fatwa, beliau menoleh ke imamSyafi'i dan berkata: “Tanyakan pada anak ini (imam Syafi’i) ”.